Para pemain Bayern Munchen merayakan gol yang dicetak Kingsley Coman ke gawang PSG di final Liga Champions (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Lisbon - Kingsley Coman menjadi mimpi buruk bagi klub asal kampung halamannya di final Liga Champions 2019/20.
Winger berusia 24 tahun itu mencetak satu-satunya gol kemenangan Bayern Munchen atas Paris Saint-Germain (PSG) dalam laga final yang berlangsung di Stadion da Luz Lisbon, Portugal, Senin (24/8) dini hari WIB.
Coman yang lahir di Paris dan berasal dari akademi PSG, mencetak gol pada menit ke-59 untuk melengkapi treble winner bagi
The Bavarian.
"Ini luar biasa. Ini adalah kebahagiaan yang luar biasa. Tapi ada sedikit kesedihan untuk Paris. Mereka memiliki perjalanan yang luar biasa, kita harus menghormati apa yang telah dilakukan Paris," kata Coman, dilansir dari
SportsMole.
"Kami mencoba untuk menempatkan mereka di bawah tekanan. Mereka bermain dalam serangan balik. Kami tidak kebobolan gol, itu yang paling penting. Paris memiliki pertandingan yang hebat, begitu pula kami. Itu final yang hebat," ungkapnya.
Sementara Serge Gnabry yang turut berkontribusi besar dalam keberhasilan Bayern Munchen mengatakan kemenangan ini adalah buah kerja sama yang mereka bangun dalam sebuah tim.
"Tentu saja memenangkan trofi hari ini adalah hal terbaik yang bisa terjadi. Kami semua bekerja sangat keras dan semangat yang telah kami bicarakan telah muncul dan kami adalah tim terbaik di Eropa," ujar Gnabry.
"Paris keluar dengan keinginan untuk menang dan kami keluar dengan keinginan untuk menang. Itu adalah pertandingan yang sulit. Tidak ada yang menyerah dengan mudah tetapi pada akhirnya kami lolos dan itulah yang penting," ungkap pemain berusia 25 tahun itu.
Hal yang lebih istimewa dialami Alphonso Davies. Bek kiri berusia 19 tahun itu menjadi juara Eropa hanya dalam penampilan kedelapannya di kompetisi tersebut.
Ini menjadi karier luar biasa bagi pemain yang lahir di kamp pengungsi di Ghana dan dibesarkan di Kanada sebelum bergabung dengan Bayern Munchen tahun lalu.
"Rasanya sangat besar. Itu semua yang Anda impikan sebagai seorang anak yang tumbuh di Edmonton yang dingin dan kemudian datang ke Eropa untuk memenangkan Liga Champions bersama klub hebat seperti Bayern," sebut Davies.
"Saya ingin kisah saya menginspirasi orang. Jika Anda memutuskan untuk melakukannya, Anda dapat melakukan apa saja. Saya senang memiliki medali Liga Champions di leher saya dan trofi di sisi saya," pungkasnya.