Data Penerima Subsidi Upah Diminta Dipadankan dengan SPT Pajak

Data Penerima Subsidi Upah Diminta Dipadankan dengan SPT Pajak
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (kiri) didampingi Jubir KPK, Ali Fikri (kanan) memberikan keterangan. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj)

Analisadaily.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar data penerima bantuan subsidi upah Rp 600 ribu dipadankan dengan data Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, agar data valid, apakah benar perusahaan melaporkan pajaknya untuk pegawai yang upahnya di bawah Rp 5 juta per bulan.

Program subsidi upah itu diluncurkan pada 27 Agustus 2020, yaitu bantuan senilai Rp2.4 juta untuk empat bulan bagi pekerja yang gajinya di bawah Rp 5 juta per bulan.

Penyalurannya dibagi dua, yaitu Rp1.2 juta untuk dua bulan pertama, dan pencairan selanjutnya di dua bulan berikutnya juga senilai Rp1.2 juta.

Terdapat 15.7 juta orang yang ditargetkan menjadi penerima bantuan. Syaratnya, WNI yang dibuktikan kepemilikan Nomor Induk Kependudukan (NIK), terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dan aktif membayar iuran sampai Juni 2020, mendapat gaji/upah di bawah Rp 5 juta serta memiliki rekening bank aktif.

Selanjutnya, KPK juga meminta agar Kementerian Ketenagakerjaan memadankan data dari BPJS Ketenagakerjaan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.

"Apakah pegawai-pegawai yang menerima ini, juga menerima batuan langsung tunai dari Kemensos,” kata Alexander dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, di Gedung KPK dilansir dari Antara, Rabu (9/9).

“Kami sampaikan basis datanya berbeda karena Kemensos itu dari DTKS, sedangkan penerima bantuan upah dari BPJS Ketenagakerjaan. Kalau yang DTKS itu praktis tidak punya pekerjaan formal. Sedangkan yang ada di BPJS Ketenagakerjaan tidak ada di DTKS, jadi kita pastikan tidak terima subsidi upah," sambung Alexander.

Namun, ia mengakui mungkin saja penerima subsidi upah juga menerima bansos dalam bentuk lain.

"Tapi apakah terima bansos lain. Bisa saja, karena pemerintah daerah juga melakukan pendataan lewat RT atau RW bisa saja menerima misalnya bantuan beras, ini yang kami sampaikan agar jangan sampai ada orang menerima bantuan berkali-kali dari berbagai sumber, tapi ada yang tidak menerima sama sekali, lagi-lagi ini soal data penerima bantuan," ujar Alex.

KPK, menurut Alex, juga mendukung subsidi upah yang dilakukan secara bertahap. Untuk batch 1 sudah disalurkan subsidi bagi 2.4 juta pekerja dan untuk batch 2 telah tersalur 2.38 juta pekerja, sedangkan batch 3 masih diverifikasi datanya.

Sanksi

"Kami berharap bisa berjalan validasi terhadap data dan ini baru batch ke-2 dan mungkin rencana sampai akhir 15,7 juta pekerja itu betul-betul dipastikan berhak menerima subsidi upah sejumlah Rp600 ribu per bulannya," kata dia.

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mengatakan, bila pemberi kerja tidak memberikan data sebenarnya, pemberi kerja akan dikenakan sanksi.

"Sementara kalau penerima bantuan tidak memenuhi persyaratan, maka wajib mengembalikan bantuan ke rekening kas negara," kata Ida.

Menurut Ida, realisasi penyaluran subsidi dilakukan secara bertahap batch 1, 2, dan saat ini menjelang batch 3 sedang dalam proses validasi BPJS ketenagakerjaan.

"Subsidi dilakukan bank himbara maupun di luar himbara. Batch 1 tersalur melalui bank himbara 99.6 persen, di luar bank himbara 98.7 persen. Sedangkan batch 2 tersalur melalui bank himbara 99.8 persen, dan di luar bank himbara 52.07 persen, sisanya masih dalam proses penyaluran," ucapnya.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi