Analisadaily.com, Medan - Delapan bulan sudah pandemi Covid-19 melanda Indonesia, dan Kota Medan pada khususnya. Banyak cerita dibalik itu semua, sedih, risau, kemalangan, hingga sukacita sudah terlukis kepada banyak insan. Baik itu penyintas, maupun kerabat yang ditinggalkan. Banyak pula lokasi yang menjadi kenangan dari insan tadi, mulai dari ranjang rumah sakit, hingga lokasi pemakaman, termasuk TPU Khusus Covid 19 di kawasan Simalingkar, Medan.
Di areal sekitar 14 hektar yang kini dihuni lebih dari 577 korban Covid-19 (data tanggal 21 Oktober 2020) ini menjadi tempat sedih sekaligus kini menjadi tempat yang hangat persaudaraannya bagi pasangan Yuli dan Paul. Sedihnya adalah karena ditempat inilah Paul langsung menyaksikan ibu mertuanya Almarhumah Hj Zahara dimakamkan pada 29 Agustus lalu, namun lambat laun setelah beberapa kali berziarah keduanya merubah prinsip dan pandangan baru, bahwa disinilah mereka melihat, dan merasakan langsung kehangatan dan keberagaman dalam hidup sebagai manusia.
Setiap minggu sore, setelah selesai berziarah dan mengirimkan doa kepada orang tuanya Yuli, Paul, dan beberapa peziarah lainnya menyempatkan bersantai di area pintu masuk TPU untuk sekedar berkenalan, berbincang, lalu akhirnya menambah silaturahim.
“Kita semua peziarah disini kebetulan punya nasib dan cerita yang sama, sama-sama ditinggalkan oleh orang yang kami sayangi, dan sama-sama merasakan tidak bisa melihat mereka untuk terakhir kalinya, berangkat dari situlah kita akhirnya dipertemukan disini, bertukar cerita, dan akhirnya akrab, “ ungkap Paul.
Paul dan Yuli juga mengisahkan bahwa semua kejadian yang mereka alami bukanlah kebetulan, namun sudah menjadi ketetapan Allah, termasuk dimakamkannya orang tua mereka di TPU Khusus ini.
“Semua kan sudah ditetapkan sama Allah, termasuk dimakamkannya orang tua kami disini, pasti ada hikmahnya, termasuk hikmah kami memiliki kenalan-kenalan baru dari lintas agama, itu sangat menghangatkan sekaligus mengharukan. Kami hanya bisa saling menguatkan sesama kami yang ditinggalkan, “ katanya.
Disalah satu blok pemakaman di areal yang sama juga terlihat seorang peziarah yang sibuk mencari dimana letak nisan sahabat baiknya semasa hidup, dia adalah Juliani seorang muslim yang memiliki sahabat baik seorang nasrani bermarga Sinuraya. Baginya, mendiang bukanlah sekadar teman, namun sudah seperti keluarga.
Juliani mengisahkan bahwa saudaranya tersebut baru beberapa minggu lalu meninggal dunia karena diketahui terpapar Covid-19, dirinya begitu terpukul ketika mengetahui telah kehilangan sosok yang ia sayangi, bahkan Juli mengaku ikut serta mengantarkan sahabat baiknya tersebut ke liang lahat untuk melihat prosesi pemakamannya pada awal Agustus lalu.
“Kita yang dekat sama mendiang, begitu terpukul, namun sudah ikhlas, sebagai bentuk menghargai mendiang makanya saya setiap minggu berziarah kemari, sembari membawa kembang, setelah itu kita sempatkan juga berbincang dan berbaur dengan para peziarah lainnya, ya untuk sekedar berbagi cerita dan menambah pertemanan, “kata Juliani.
Para peziarah dari berbagai daerah ini kini hanya bisa mengenang kebaikan sahabat dan orang terkasih mereka dengan mengirim doa dan menabur bunga. Tanda salib dan batu nisan ditempat ini juga membaur tanpa sekat, seakan menasihati kita yang masih singgah di alam dunia, bahwa jangan suka meributkan hal-hal prinsipil berkeyakinan dalam bertetangga di masyarakat. Karena Kebhinnekaan sangatlah hangat, lagi Indah.