Gubernur Sumbar Minta Sumbangan, Anggota Dewan Ajukan Hak Angket

Gubernur Sumbar Minta Sumbangan, Anggota Dewan Ajukan Hak Angket
Penyerahan dokumen pengajuan penggunaan hak angket DPRD Sumbar (Detik.com)

Analisadaily.com, Padang - Polemik terkait surat permintaan sumbangan yang ditandatangani Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi, belum selesai. Kini 33 anggota DPRD Sumbar mengajukan penggunaan hak angket.

Usulan penggunaan hak angket disampaikan di sela Rapat Paripurna DPRD Sumbar, Selasa (14/9). Sesaat sebelum rapat pengesahan Ranperda tentang Pemberdayaan Nagari serta Ranperda Perlindungan Perempuan-Anak itu ditutup, Anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrat, HM Nurnas, melakukan interupsi.

"Mengingat polemik yang terjadi atas kasus surat gubernur yang meminta sumbangan, fraksi-fraksi di DPRD sepakat untuk menggunakan hak angket, agar persoalan ini menjadi jelas dan terang benderang," kata Nurnas, dilansir dari detikcom.

Nurnas mengatakan ada 33 dari 65 orang anggota DPRD Sumbar yang sudah meneken pemberian dukungan pengajuan hak angket.

Dia menyebut ke 33 orang itu terdiri dari tiga fraksi dan satu partai, yakni 10 orang dari Fraksi Demokrat, 14 orang dari Fraksi Gerindra, enam orang dari Fraksi PDIP-PKB dan tiga orang dari Partai Nasdem. Sedangkan PPP yang merupakan rekan Nasdem di Fraksi PPP-Nasdem disebut belum memberikan respons.

Nurnas menyerahkan dokumen terkait pengajuan hak angket itu kepada Ketua DPRD Sumbar, Supardi. Penyerahan itu disaksikan para Wakil Ketua DPRD dan Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy.

Usai rapat paripurna, Nurnas mengatakan pengajuan hak angket merupakan bagian dari pengawasan pemerintahan oleh DPRD. Para pengusul, katanya, berharap dukungan penuh dari DPRD Sumbar agar usulan penggunaan hak angket ini menjadi keputusan bersama.

"Kami tadi secara resmi telah mengusulkan agar diagendakan penggunaan hak angket. Tentu kita berharap dukungan penuh dari DPRD agar ini bisa jadi keputusan bersama," sebutnya.

"Kita berkewajiban untuk melakukan pengawasan atas jalannya pemerintahan. Kita ingin adanya keamanan dan kenyamanan atas jalannya pemerintahan," sambung Nurnas

Juru bicara pengusul hak angket, Irwan Afriadi, mengatakan hak angket ditujukan untuk mendapatkan kepastian hukum terkait kebijakan Gubernur yang menjadi sorotan publik. Dia menilai polemik surat minta sumbangan itu berpotensi mencederai kepercayaan publik kepada Pemprov Sumbar.

"Ini juga demi menjaga harga diri dan wibawa serta kepercayaan masyarakat, serta tidak terciptanya krisis kepercayaan publik yang meluas kepada Kepala Daerah dan Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Barat," kata Irwan.

Pengajuan hak angket dipicu beredarnya surat resmi yang ditandatangani Gubernur. Surat tertanggal 12 Mei 2021 bernomor 005/3800/V/Bappeda-2021 perihal Penerbitan Profil dan Potensi Provinsi Sumatera Barat dengan dugaan permintaan partisipasi dan kontribusi penerbitan buku profil "Sumatera Barat Provinsi Madani, Unggul dan Berkelanjutan" yang dikeluarkan atas disposisi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat.

"Kebijakan Gubernur dalam menerbitkan surat tersebut diduga telah dimanfaatkan oleh perorangan, badan dan atau kelompok tertentu yang berada di luar instansi Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk mendapatkan keuntungan material yang bukan dimanfaatkan untuk kepentingan Provinsi Sumatera Barat dengan nilai uang yang sudah terkumpul dari berbagai komponen masyarakat hingga ratusan juta rupiah," katanya.

Para pengusul menilai Gubernur Sumbar melakukan sejumlah pelanggaran atas peraturan perundang-undangan yang ada. Antara lain, katanya, Perda Nomor 1 Tahun 2013 tentang Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah, di mana semua sumbangan pihak ketiga disetorkan secara keseluruhan ke rekening kas daerah dan menjadi PAD.

Dia juga menilai Gubernur Sumbar melanggar UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, serta Norma Pasal 76 tentang Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang di antaranya membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (dtc)

Baca Juga

Rekomendasi