Selama Pandemi, Kunjungan Wisatawan ke ANECC Menurun

Selama Pandemi, Kunjungan Wisatawan ke ANECC Menurun
Salah satu gajah penghuni Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC), Luis Figo saat mengalungkan bunga kepada salah seorang pengunjung (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Simalungun - Pandemi Covid-19 mempengaruhi antusias masyarakat untuk berkunjung ke Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC) yang berada di Jalan Raya Parapat Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun. Bahkan saat ini, pihak ANECC meniadakan edukasi guna menurunkan angka penyebaran Covid-19.

Plt BBKSDA Sumut, Irzal Azhar, melalui Koordinator ANECC, Parlindungan Simbolon pada wartawan, Sabtu (25/9) mengatakan, meski antusias pengunjung menurun, namun pihaknya juga menerima kunjungan wisatawan dengan menerapkan protokol kesehatan (Prokes). Ini merupakan bentuk dukungan terhadap pemerintah dalam memutus penyebaran Covid-19.

"Untuk sementara progam edukasi ditiadakan. Ini dilakukan untuk mendukung pemerintah dalam menekan angka penyebaran Covid-19," jelasnya.

Lebih jauh, empat ekor gajah yang jadi penghuni ANECC yakni, Luis Figo (jantan berusia 15 tahun), Vini Alvionita ( betina usia 32 tahun), Ester Juwita (betina usia 38 tahun) dan Siti (betina usia 41 tahun) berada dalam kondisi sehat. Hal itu bisa dilihat dari perkembangan fisiknya yang cukup baik.

"Gajah-gajah ini sudah menyesusaikan diri dengan iklim di sini. Perkembangan fisik gajah cukup baik. Setiap tiga bulan kita beri obat cacing," katanya.

Selain sebagai pusat edukasi gajah, ANECC juga menawarkan keindahan vegetasi alam di sekitar Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli. Pengunjung bisa berswafoto sambil menikmati keindahan alam.

Seperti diketahui, untuk menjaga kelestarian gajah populasi Sumatera sekaligus mendukung pengembangan wisata Danau Toba BBKSDA Sumut bersama Balai Penelitian Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2 LHK) Aek Nauli dan Vesswic bersepakat untuk mengadakan perjanjian kerjasama tentang pengembangan konservasi gajah jinak untuk mendukung ekowisata Danau Toba.

Kesepakatan itu tertuang dalam perjanjian kerjasama Nomor: PKS.6020/K.3/TU/KDN/8/2016, Nomor: PKS.06/BP2LHK/ANU-1/8/2016 dan Nomor:072.A/Vesswic/10/X/2016 tanggal 30 Agustus 2016 tentang Pengembangan Konservasi Gajah Jinak Untuk Mendukung Ekowisata Danau Toba seluas 100 hekatare.

Ruang lingkup perjanjian kerjasama ini, meliputi pembangunan sarana dan prasarana pendukung ekowisata dan pengembangbiakan gajah, pengawetan satwa gajah yang dilindungi undang-undang, pengelolaan gajah jinak untuk ekowisata dan pengengbangbiakan, program pendidikan, pelatihan, penyadartahuan dan pemberdayaan masyarakat serta penelitian dan pengembangan gajah jinak dan primata yang ada di Aek Nauli.

Harapannya, dengan terbangunnya ANECC ini bisa menjadi solusi baru bagi kelestarian gajah Sumatera yang keberadaannya semakin terancam. Tentunya dengan mengedepankan konsep pelestarian dan edukasi bukan komersil.

Dilansir dari laman Kehati.or.id, populasi gajah sumatra di pulau Sumatra mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 1984-1985 dalam survei singkat peneliti gajah termasuk orang Indonesia memperkirakan populasi gajah Sumatra dan yang masuk di Kalimantan bagian Indonesia saat itu adalah 2.400-4.800 individu.

Kemudian, dokumen strategi konservasi gajah nasional memperkirakan kembali populasi gajah di Indonesia adalah 2.400-2.800 individu tahun 2007. Pada tahun 2014, dalam kegiatan workshop Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), pemerhati gajah menghitung kembali estimasi populasi gajah dan diperkirakan hanya tersisa 1.724 individu.

Pada strategi dan rencana aksi konservasi gajah di Indonesia terbaru yang belum dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, estimasi populasi turun kembali di bawah 1.700 individu dari estimasi perhitungan sampai tahun 2020.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi