Butuh Kolaborasi Atasi Bencana Alam

Butuh Kolaborasi Atasi Bencana Alam
Simulasi dalam rangka memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2022 mengangkat tema 'Keluarga Tangguh Bencana Pilar Bangsa Menghadapi Bencana'. (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Simulasi warga yang terjebak banjir dilakukan relawan dari Medan Rescue Network (MRN) seperti DEMA KAHMI Sumut, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan, Explore Sumatera, Vertical Rescue Indonesia Regional Sumatera Utara, Education Foundation,P3KS, Pilar, FJPI Sumut, DCABS FAJI Medan dan MER-C di Taman Cadika Medan.

Ini memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2022 mengangkat tema 'Keluarga Tangguh Bencana Pilar Bangsa Menghadapi Bencana'. Para relawan membunyikan kentungan sebagai simbol tanda bahaya saat simulasi siaga bencana.

Ketua DEMA KAHMI Sumut, Joni Kurniawan, mengatakan melihat kejadian bencana banjir di Medan dibutuhkan kolaborasi dan dukungan dari potensi relawan yang cukup banyak. Misinya adalah, bagaimana bisa operasi bersama dan meningkatkan kapasitas. Sehingga, para relawan ini saling mendukung dengan potensi dan kapasitasnya dalam membantu pemerintah.

"Dalam rangka Hari Kesiapsiagaan Bencana ini kita melakukan simulasi untuk menyamakan persepsi, mengevaluasi dan saling mendukung antar para relawan agar siap dalam menghadapi bencana sesungguhnya," kata Joni, Rabu (27/4).

Menurut Joni, potensi relawan itu banyak dan memiliki kopetensi berbeda, jika potensi itu dikolaborasikan dengan segala kemampuan yang dimiliki akan menjadi kekuatan yang luar biasa. Sehingga peran pemerintah melalui BPBD Kota Medan diharapkan dapat menghimpun dan mendorong para relawan agar menjadi mitra. Karena masalah bencana adalah masalah bersama.

"Dengan berkolaborasi dan memetakan potensi yang ada bisa sangat membantu dalam proses penanggulangan bencana sehingga dapat meringankan para korban bencana alam," tuturnya.

Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Doni Latuparissa, miris melihat kondisi lingkungan di Sumatera Utara maupun di Indonesia.Dalam dua tahun terakhir telah terjadi bencana ekologi seperti banjir, longsor di beberapa titik seperti di Langkat, Tebing Tinggi maupun di Medan. Krisis iklim dan naiknya permukaan laut dan laju deportasi tentunya berindikasi terhadap bencana yang diakibatkan pemanasan global atau anomali cuaca.

"Tentunya kita melihat frekwensi dari bencana banjir selalu meningkat setiap tahunnya dan terus terjadi, bahkan di titik dataran tinggi di sejumlah wilayah di Sumatera Utara terjadi bencana . Hal tersebut terindikasi menurunnya luasnya tutupan hutan di Sumatera Utara, karena tidak mampu di hulu hutan itu menyerap air hujan yang cukup tinggi," ungkap Doni.

"Artinya permasalahan bencana banjir harus segera disikapi oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah, bagaimana mengelola lingkungan yang baik berkaitan dengan upaya pelestarian dan konservasi hutan serta lingkungan yang ada di perkotaan maupun kabupaten," tambahnya.

(JW/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi