Temuan YAICI di Langkat, Persepsi Masyarakat Keliru Mengenai Imunisasi dan Susu

Temuan YAICI di Langkat, Persepsi Masyarakat Keliru Mengenai Imunisasi dan Susu
Kabupaten Langkat berada pada urutan ke-10 kabupaten/kota yang memiliki jumlah stunting tertinggi di Sumatera Utara, yaitu sebanyak 31,5% (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Langkat - Sebanyak lebih dari 300 kader kesehatan Aisyiyah di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengikuti pembekalan mengenai gizi anak dan keluarga.

Edukasi gizi tersebut merupakan bagian dari program kemitraan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Aisyiyah dalam rangka mendukung percepatan penurunan stunting hingga 14% yang menjadi prioritas pemerintah di tahun 2024.

Sebagaimana diketahui, dalam data hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi balita stunted di Propinsi Sumatera Utara mencapai 25,8%. Yang lebih memprihatinkan lagi, sebanyak 13 dari 33 kabupaten berstatus “merah”, dimana persentase stunting masing-masing daerah di atas 30%.

Kabupaten Langkat berada pada urutan ke-10 kabupaten/kota yang memiliki jumlah stunting tertinggi di Sumatera Utara, yaitu sebanyak 31,5%.

Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat, dalam kesempatan itu mengungkapkan pemilihan Sumut sebagai sasaran edukasi bukan semata-mata berdasarkan data-data balita dengan stunting atau gizi buruk.

“Mengacu pada SSGI 2021, Sumatera Utara berada pada urutan 17 propinsi dengan prevalensi stunting tertinggi. Namun dasar kami menentukan wilayah edukasi bukan hanya data-data tersebut, melainkan banyak faktor, diantaranya karakteristik wilayahnya, kesiapan wilayah dan kader serta beberapa pertimbangan lainnya,” jelas Arif, dalam keterangan Senin (27/6).

Lebih lanjut, Arif menjelaskan pada dasarnya edukasi gizi seharusnya tidak hanya di fokuskan pada wilayah-wilayah dengan angka stunted yang tinggi, namun harus merata di seluruh daerah Indonesia.

“Edukasi gizi ini harus dilakukan secara menyeluruh, seluruh kader dan penyuluh kesehatan masyarakat harus memiliki pengetahuan mengenai gizi keluarga, dilakukan secara terus menerus. Ini adalah cara yang efektif untuk memutus mata rantai gizi buruk di Indonesia,” tegas Arif.

Dalam kesempatan itu, YAICI bersama PW/PD Aisyiyah juga diterima oleh Plt. Bupati Langkat Syah Afandin di kediamannya, didampingi Plt Kepala Dinas Kesehatan Kab Langkat dr. Juliana dan Kepala Dinas PPKB dan PPA dr Sadikun Winato.

“Dengan masuknya edukasi dari Aisyiyah pusat ini, besar harapan kita dapat membantu program penurunan stunting yang sudah ada di Kab. Langkat. Karena itu dari kita juga harus bantu, Dinkes dan PPKB bisa berkoordinasi, karena ini (penurunan stunting) memang harus dikerjakan bersama-sama,” jelas Syah Afandin.

Lebih lanjut, Syah Afandin juga menyoroti konsumsi kental manis yang menjadi salah satu pemicu persoalan gizi di masyarakat. “Nah itu, masih banyak yang minum susu kental ini. Walah, celaka kali ini. Tapi memang ini juga dipengaruhi ekonomi, jujur saja, susu kental ini kan murah,” beber Syah Afandin.

Selain memberikan edukasi dalam bentuk Training of Trainer (ToT) untuk kader kesehatan Aisyiyah wilayah Sumut, YAICI juga melakukan kunjungan rumah di beberapa wilayah di Kab Langkat, diantaranya Paya Mabar, Pangkalan Brandan dan Besitang.

Ketua bidang advokasi YAICI, Yuli Supriati menjelaskan, kunjungan rumah dilakukan untuk menggali pola konsumsi keluarga dan pengetahuan masyarakat mengenai gizi anak.

“Di masing-masing wilayah, kami berinteraksi dengan kader Posyandu dan juga ibu-ibu dengan balita. Dengan cara ini kita mendapatkan gambaran kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat yang mempengaruhi kecukupan gizi anak,” jelas Yuli.

Selain pengumpulan data melalui metode observasi dan wawancara tersebut, YAICI bersama Aisyiyah juga melakukan penelitian dengan metode survey sehingga hasil temuan di suatu daerah menjadi lebih komprehensif.

“Yang menarik adalah, masing-masing wilayah ini memiliki karakteristik persoalannya sendiri. Di Paya Mabar, rata-rata balita tidak diimunisasi. Kalaupun ada yg imunisasi tapi tidak lengkap. Alasannya karena anaknya akan sakit setelah di imunisasi. Lalu rata-rata balita di sini juga tidak minum susu dengan alasan susu megakibatkan anak jadi mencret. Bahkan ada 1 balita yang sehari-hari hanya minum air putih di dalam botol dengan ditambahkan gula sekitar 1 sendok the. Dalams ehari bisa 10-15 botol,” jelas Yuli Supriati.

Yuli berharap, dengan adanya temuan dari kunjungan keluarga tersebut, dapat menjadi masukan bagi pemerintah setempat untuk memberi perhatian lebih terhadap persoalan ini.

“Dan berdasarkan pengamatan kami, dan juga berdasarkan data pengukuran dari kader posyandu setempat, tinggi badan dan berat badan balita-balita ini tidak sesuai dengan umurnya, artinya ada indikasi permasalahan asupan gizi di sini,” pungkas Yuli.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi