KPPU Soal Tepung Terigu, Belum Temukan Perilaku Persaingan Usaha Tak Sehat

KPPU Soal Tepung Terigu, Belum Temukan Perilaku Persaingan Usaha Tak Sehat
KPPU Kanwil I melakukan survei ke berbagai pasar di Kota Medan (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Harga tepung terigu masih mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Kenaikan harga ini berdampak pada industri makanan di dalam negeri, khususnya yang menggunakan bahan baku tepung terigu seperti biskuit, roti, dan mi.

Termasuk juga pada pelaku usaha UMKM mengingat pengguna tepung terigu terbanyak merupakan pelaku usaha UMKM yang menggunakan total 70% terigu nasional.

Dalam rangka pengawasan harga pangan penyumbang inflasi, khususnya tepung terigu, KPPU Kanwil I melakukan survei ke berbagai pasar di Kota Medan untuk memantau harga tepung terigu. Pemantauan dilakukan di sejumlah pasar seperti di Pusat Pasar, Pasar Pringgan, Pasar Sei Sikambing, Pasar Sukaramai, MMTC dan sejumlah grosir dan pengecer yang menjual tepung terigu.

Dari hasil pantauan KPPU diketahui kenaikan harga tepung terigu dimulai sejak lebaran atau di sekitar bulan April 2022. Menurut Rinaldi Pemilik Toko Harapan yang berada di Jalan Kapten Muslim, Sudah terjadi kenaikan sekitar 10 kali sejak lebaran sekitar Rp 4.000 hingga Rp 6.000 per sak.

Di Toko Jadi yang beralamat di Jalan Gatot Subroto, harga 1 sak tepung merek segitiga biru ukuran 25 kg di bulan April masih di harga Rp 224.000, saat ini sudah di harga Rp 256.800 atau naik 14,64 persen. Begitu juga merek lain yang mengalami kenaikan bervariasi antara 11 hingga 15 persen.

Menurut Ridho Pamungkas, Kepala Kanwil I KPPU, kenaikan harga tepung terigu tidak lepas dari kenaikan harga gandum internasional yang melonjak karena pengaruh perang Rusia Ukraina dan kenaikan biaya pengangkutan kontainer (freight rate).

"Selain perang Rusia Ukraina di mana keduanya adalah negara penghasil gandum, kondisi pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 memicu banyak negara melakukan pembatasan ekspor beberapa bahan baku pangan yang berujung pada naiknya harga komoditas di dalam negeri. Sementara Sebagian besar kebutuhan terigu nasional masih bergantung pada impor," kata Ridho, Sabtu (30/7).

Mewaspadai kondisi seperti ini, Ridho mengingatkan agar para pelaku usaha tidak memanfaatkan situasi untuk mengeruk keuntungan berlebih. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan pelaku usaha dalam situasi seperti ini, seperti melakukan kartel untuk menahan harga tinggi meskipun misalnya harga gandum internasional sudah menurun.

Secara struktur pasar, tepung terigu yang dipasarkan di Kota Medan masih didominasi produk dari Bogasari. Produsen lain yang juga masuk ke pasar Medan antara lain dari Bungasari, Wilmar, Carestar, agri First, Pundi Kencana dan sebagainya. Umumnya dijual dalam bentuk sak 25 Kg atau per 1 Kg.

Hal lain yang dapat dilanggar oleh penjual misalnya dengan melakukan praktik tying and bundling. Praktik tying adalah upaya yang dilakukan pihak penjual yang mensyaratkan konsumen untuk membeli produk kedua saat mereka membeli produk pertama, atau paling tidak konsumen sepakat untuk tidak membeli produk kedua di tempat lain. Sedangkan praktik bundling adalah upaya penjualan beragam produk dalam satu paket secara bersama-sama.

"Kita ketahui, ada tiga tipe tepung terigu, yang protein tinggi, sedang dan rendah. Sangat mungkin terjadi peralihan koonsumen dari yang biasa menggunakan protein tinggi beralih ke protein rendah. Agar yang protein tinggi tetap laku, misalnya distributor mensyaratkan grosir untuk tetap membeli tepung terigu protein tinggi jika mau membeli tepung yang protein rendah," jelas Ridho.

Temuan sementara KPPU Kanwil I terkait pemantauan tepung terigu belum menemukan adanya praktik tying atau perilaku persaingan usaha tidak sehat yang lain. KPPU berharap setiap pihak tidak melakukan pelanggaran UU No. 5/1999, khususnya dalam kondisi masyarakat yang masih berhati-hati terhadap ancaman inflasi tinggi.

(REL/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi