Pembimas Agama Buddha Sumut: Saya Apresiasi Perayaan Festival Mooncake Walubi Sumut

Pembimas Agama Buddha Sumut: Saya Apresiasi Perayaan Festival Mooncake Walubi Sumut
Pembimas Agama Buddha Sumut, Budi Sulistiyo, S.Ag. M.Pd. B., MH., (Analisadaily/istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Dalam Agama Buddha dikenal upaya Kausalya, artinya pengajaran agama Buddha tidak hanya disampaikan lewat satu bahasa atau budaya saja, tapi menyesuaikan dengan budaya-budaya masyarakat setempat yang memiliki nilai kearifan lokal. Karena umat Buddha di Medan umumnya etnis Tionghoa, maka kegiatan budaya seperti Perayaan Kue Bulan atau Mooncake Festival yang diadakan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Sumut pada Minggu 4 September lalu sangat diapresiasi oleh Pembimas Agama Buddha Sumut, Budi Sulistiyo, S.Ag. M.Pd. B., MH.

“Sebuah niat baik yang dilakukan lewat pikiran, ucapan dan perbuatan baik, apa pun bentuknya diharapkan ke depan hasilnya baik juga. Seperti kita menanam karma atau sistem tabur tuai,“ ujar Budi Sulistiyo saat dihubungi per telepon di Medan, Rabu (14/9).

Menurut Budi Sulistiyo, meski perayaan kue bulan merupakan bentuk kebudayaan etnis Tionghoa, namun kegiatan budaya tahunan itu memiliki nilai kearifan lokal. Dalam perayaan kue bulan ada nilai pengharapan atau semacam doa supaya tahun depan, khususnya bagi orang yang merayakan, mereka memiliki semangat yang cerah, usaha yang lancar dan rezeki berlimpah.

Hadirkan Iklim Kesejukan dan Harmoni

“Bagi saya, pengharapan itu semacam doa dan tekad, maka jika dikaitkan dengan ajaran Buddha itu sangat relevan, “ katanya. Apalagi sebagian besar etnis Tionghoa Medan umumnya memang berkutat dalam bidang bisnis. Maka jika dalam perayaan kue bulan, juga diiringi doa yang baik sesuai ajaran Buddha, ia optimis hasilnya juga akan baik.

Disisi lain Budi juga melihat bahwa secara langsung atau tidak, perayaan kue bulan yang dibuat Walubi Sumut juga telah ikut menghadirkan iklim kesejukan dan harmoni, khususnya di internal umat Buddha sendiri. Mereka berkumpul, bertegur sapa sembari bersenang dalam koridor kesantunan. Di sisi lain juga kehadiran tamu undangan dari etnis lain yang menganut agama dan budaya berbeda, juga telah ikut menciptakan iklim kerukunan antar umat beragama.

Ajarkan Kebaikan

Soal adanya beragam mazhab dalam agama Buddha, menurut Budi itu terjadi karena Sang Buddha sendiri mengajar kepada murid dan umat dengan cara-cara berbeda sesuai karakter mereka.

“Tapi intinya ajaran setiap mazhab tidak mengajarkan umat untuk berbuat jahat, tapi mengajar untuk berbuat baik, menyucikan hati dan pikiran. Perbedaan itu menjadi khasanah untuk saling melengkapi,“ katanya.

(JA/JA)

Baca Juga

Rekomendasi