Polisi Didesak Ungkap Pelaku Serangan Digital Terhadap 24 Awak Media Narasi

Polisi Didesak Ungkap Pelaku Serangan Digital Terhadap 24 Awak Media Narasi
Tangkapan layar dari akun YouTube AJI Indonesia saat konferensi pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, LBH Pers, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) dan Tim Reaksi Cepat (TRACE) terkait serangan digital terhadap 24 awak redaksi Narasi, Senin (26/ (Analisadaily/YouTube)

Analisadaily.com, Jakarta - Sejumlah organisasi mengecam serangan digital terhadap sedikitnya 24 awak redaksi Narasi sejak Sabtu (24/9) dan ini merupakan serangan peretasan terbesar yang dialami awak media di Indonesia dalam empat tahun terakhir.

Kecaman ini disampaikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, LBH Pers, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) dan Tim Reaksi Cepat (TRACE) pada konferensi pers, Senin (26/9).

Empat organisasi itu mendesak Polri supaya aktif menyelidiki pelaku di balik serangan digital karena menghambat kebebasan pers yang dijamin kemerdekaannya oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Kepolisian harus melakukan penyelidikan dan penyidikan secara tuntas kasus peretasan terhadap sekitar 24 awak redaksi Narasi. Pembiaran atas serangan kepada jurnalis dan perusahaan, akan semakin menguatkan pemerintah memiliki keterkaitan dengan serangan ini," kata Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim.

Peretasan dan percobaan peretasan terhadap awak media Narasi mencakup beragam platform seperti akun Facebook, Instagram, Telegram dan Whatsapp. Awak redaksi yang menjadi target berasal dari berbagai level, dari pemimpin redaksi, manajer, finance, produser hingga reporter.

Peretasan pertama kali terjadi pada nomor Whatsapp milik Akbar Wijaya atau Jay Akbar, salah seorang produser Narasi yang menerima sejumlah tautan tak dikenal melalui Whatsapp sekitar pukul 15.29 WIB.

Meski Jay tidak mengklik satu pun tautan dalam pesan singkat tersebut, namun 10 detik kemudian dia telah kehilangan kendali atas akun atau nomor Whatsapp pribadinya. Sejak saat itu, satu per satu akun-akun media sosial awak redaksi Narasi menjadi sasaran percobaan peretasan. Beberapa jurnalis berhasil memulihkan akun-akun mereka setelah mendapatkan pendampingan dari AJI Indonesia dan Tim Reaksi Cepat.

Selain itu, Sasmito meminta Dewan Pers untuk mendesak aparat kepolisian mencari bukti, dan mengungkapkan fakta kasus peretasan terhadap Narasi. Dewan Pers juga perlu mengingatkan masyarakat agar menempuh mekanisme sesuai dengan Undang-Undang Pers seperti meminta hak jawab dan hak koreksi.

Pengacara publik sekaligus peneliti pada LBH Pers, Ahmad Fathanah mendesak agar kepolisian segera melakukan pemeriksaan terkait kasus yang menimpa awak redaksi Narasi.

“Seharusnya mereka bisa langsung bertindak tanpa ada pelaporan,” tegas Fathanah.

Perwakilan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), Nenden Sekar Arum mendesak hal serupa kepada polisi. Apalagi, kasus serangan digital bukan hal baru di Indonesia. KKJ menilai peretasan terhadap awak media Narasi sebagai tren yang marak belakangan terjadi saat media bersikap kritis dalam laporan jurnalistiknya.

“Hal seperti ini bisa jadi teror,” tuturnya.

Soal pelaporan hukum dalam kasus Narasi, Fathanah mengungkapkan, pihaknya masih berkoordinasi dan melihat langkah hukum apa yang tepat. Dia juga merujuk pada kasus peretasan situs yang dialami Tirto.id dan Tempo sebelumnya.

“Dua laporan itu belum ada tindak lanjutnya (dari polisi),” tuturnya.

Teguh Aprianto dari Tim Reaksi Cepat mengidentifikasi peretasan yang terjadi menggunakan pola pembajakan akun dengan mencegat OTP (one time password) berupa SMS. Kondisi ini mirip dengan aksi-aksi peretasan atau pengambilalihan akun oleh pihak lain dengan pola duplikasi SIM card.

“Misal pada kasus kawan-kawan eks KPK,” ujar Teguh.

Dia mengingatkan jurnalis untuk tidak lupa melakukan mitigasi dengan mengaktifkan verifikasi dua langkah atau 2 factor authentication pada aplikasi percakapan serta media sosialnya masing-masing. Untuk verifikasi dua langkah pada aplikasi WA, pengguna diminta mengaktifkan PIN alih-alih SMS. Pada akun Telegram, pengguna bisa memanfaatkan password.

“Pada medsos FB, Twitter, IG jangan gunakan SMS untuk 2FA tapi dengan menggunakan aplikasi pihak ke-tiga. Jika tidak dilakukan, maka (peretasan) bisa terus terjadi karena ada yang mengambil OTP,” kata Teguh.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi