Sosialisasi ASO dan Penyerahan STB Kementerian Kominfo bersama Komisi I DPR RI

Sosialisasi ASO dan Penyerahan STB Kementerian Kominfo bersama Komisi I DPR RI
Sosialisasi ASO dan Penyerahan STB Kementerian Kominfo bersama Komisi I DPR RI (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Jakarta - Waktu penyiaran televisi di Indonesia yang sudah mencapai 50 tahun ternyata tidak menjamin kepuasan yang maksimal pada sistem transmisinya. Walaupun belakangan ini sudah dilakukan peningkatan mutu gambar di layar televisi agar menjadi lebih jernih, hasil yang diberikan tetap belum maksimal.

Maka dari itu, Wakil ketua komisi I DPR RI, Anton Sukartono Suratto mengatakan, jika keputusan pemerintah untuk mengadopsi teknologi penyiaran digital dapat dipahami.

“Keputusan pemerintah untuk mengadopsi teknologi penyiaran digital untuk menggantikan teknologi televisi analog, secara logis memang dapat dipahami. Namun demikian, migrasi teknologi analog menuju digital tidak dapat dilaksanakan secara terburu-buru tanpa persiapan matang,” katanya, Selasa (8/11).

“Transisi ini dalam praktiknya sangat terkait dengan kesiapan infrastruktur dan aspek non teknologis seperti kondisi sosial-ekonomi literasi masyarakat, serta payung regulasi yang memadai sehingga semua yang berkepentingan, baik pemerintah, perusahaan siaran, dan terutama masyarakat agar tidak dirugikan,” lanjutnya.

Menurut Anton, terdapat 3 hal penting yang mempengaruhi Indonesia di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), yakni menembus kebuntuan regulasi, implementasi ASO di tahun 2022, dan efisiensi frekuensi dan infrastruktur pasif.

Oleh karena itu dasar hukum Migrasi Penyiaran televisi analog ke digital dituangkan dalam revisi tiga undang-undang yaitu UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan UU No. 38 Tahun 2009 tentang Pos.

Anton juga mengatakan jika peran radio dan televisi yang kuat, memperkuat rencana digitalisasi TV di Indonesia. Ketertinggalan Indonesia terkait digitalisasi TV perlu segera diselesaikan. Migrasi ke TV Digital akan mengurangi munculnya potensi permasalahan dengan negara tetangga dan mencegah memudarnya identitas nasional masyarakat wilayah perbatasan yang mendapatkan siaran dari negara tetangga.

Selain itu, perubahan sistem penyiaran televisi juga memberikan banyak dampak positif lain. Staf Khusus Menkominfo RI, Rosarita Niken Widiastuti mengatakan, jika pita frekuensi 700 MHz yang digunakan untuk peningkatan layanan internet, saat ini baru digunakan untuk siaran televisi analog.

Untuk itu, perlu dilakukan digitalisasi sistem penyiaran agar penggunaan pita frekuensi (Digital Dividend) dapat lebih optimal dan efisien. Menurut beliau, penggunaan pita frekuensi tersebut akan memberikan banyak dampak di kemudian hari.

“Menurut Boston Consulting Group, dengan adanya Digital Dividend dan peningkatan internet di Indonesia, maka dalam jarak lima tahun akan terjadi peningkatan lapangan kerja sebanyak 232 ribu, penambahan peluang usaha sebanyak 118 ribu, dan penambahan penerimaan kas negara sebesar Rp 77 triliun,” sebutnya.

Niken juga menuturkan empat urgensi dari digitalisasi penyiaran Indonesia yaitu, (1) Kepentingan publik untuk memperoleh penyiaran yang berkualitas, (2) Mendorong ekonomi digital dan industri 4.0, (3) Alokasi digital dividend untuk broadband 5G, dan (4) Menghindari sengketa dengan negara-negara tetangga yang disebabkan oleh intervensi spektrum frekuensi di wilayah-wilayah perbatasan.

Namun dengan segala penjelasan diatas, sebetulnya apakah perbedaan siaran televisi analog dan televisi digital?

Dijelaskan Niken, televisi analog hanya dirancang untuk suara, sedangkan televisi digital dirancang untuk suara dan data. Sinyal yang dipancarkan juga dalam bentuk yang berbeda, di mana televisi analog dipancarkan dalam bentuk sinyal analog menggunakan antena, sedangkan televisi digital dipancarkan dalam sistem siaran digital.

Maka itu, kualitas gambar televisi digital juga lebih jernih dan tidak terdapat noise seperti televisi analog. Terakhir, biaya penyiaran televisi digital akan lebih hemat dibandingkan televisi analog sehingga dapat menghemat biaya penyiaran.

Untuk itulah, masyarakat Indonesia harus menghadapi perpindahan sistem siaran dari analog ke siaran digital atau disebut ASO (Analog Switch-Off) yang sudah ditetapkan secara nasional pada 2 November 2022.

Pemerintah melalui Kemkominfo melaksanakan program ASO dibagi dalam tiga tahapan: tahap pertama pada 30 April 2022, tahap kedua 25 Agustus 2022 dan tahap ketiga 2 November 2022. Menurut Niken, terdapat 112 wilayah siaran yang tercakup oleh ASO.

Wilayah cakupan dapat diketahui menggunakan aplikasi ‘sinyalTVdigital’ yang dapat di download di Google Play Store atau Apple Store. Pada aplikasi tersebut, terdapat peta dengan berbagai warna yang menunjukan sinyal televisi digital, apakah sinyal bagus, sedang, atau buruk.

Lalu bagaimana caranya untuk mengubah televisi analog menjadi televisi digital? Anton dan Niken menjelaskan jika masyarakat dapat menggunakan Set Top Box (STB) sebagai alat untuk mengkonversi sinyal digital menjadi gambar di televisi analog biasa.

Komisi 1 DPR RI melalui Anton tidak lupa mendorong pemerintah untuk mengupayakan penyediaan STB dan alat penerimaan lain dengan harga terjangkau dan mudah diperoleh oleh masyarakat. Pemerintah akan mengkondisikan industri dalam negeri untuk siap mendukung migrasi sistem penyiaran dari sistem analog ke sistem digital.

“Pemerintah harus mendorong agar industri dalam negeri dapat memproduksi STB standar dengan harga terjangkau oleh masyarakat,” sebut Anton.

Tidak lupa, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melalui Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano Pariela mengatakan, KPI akan melakukan transformasi sistem pengawasan konten siaran dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.

KPI akan melakukan transformasi menggunakan Artificial Intelligence (AI), sehingga model pengawasan akan berubah dari ‘Surveillance by Human’ menjadi ‘Surveillance by Machine’. Diharapkan dengan ini perubahan sistem penyiaran akan menjadi lebih aman dan lancar.

(REL/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi