Menteri Luar Negeri dan Urusan Eropa Slovenia, Tanja Fajon (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
Analisadaily.com, Slovenia - Pemerintah Slovenia pada Kamis (30/5) mendukung mosi untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara, menurut laporan media lokal.
Dilansir dari Antara, mengutip Anadolu, Jumat (31/5), Pemerintah merujuk mosi tersebut ke Majelis Nasional untuk mendapatkan persetujuan akhir, kata Perdana Menteri Slovenia Robert Golob setelah sidang pemerintah, menurut Badan Pers Slovenia.
Majelis Nasional diperkirakan akan melakukan pemungutan suara mengenai mosi tersebut minggu depan, lapor badan pers tersebut.
Kementerian Luar Negeri Slovenia juga mengatakan bahwa proses pengakuan kemerdekaan Palestina "mengirimkan sinyal kuat kepada negara-negara lain" untuk mengikuti contoh Slovenia, Irlandia, Norwegia dan Spanyol.
Kementerian lebih lanjut mengatakan pengakuan atas Palestina menegaskan kembali peran Slovenia di Dewan Keamanan PBB sebagai "promotor perdamaian (dan) keamanan" dan posisi lama negara tersebut bahwa "solusi jangka panjang terhadap konflik Timur Tengah hanya dapat dicapai melalui solusi dua negara."
"Saya senang Pemerintah Slovenia mengambil langkah bersejarah. Bangsa Israel dan Palestina mempunyai hak untuk membesarkan anak-anak mereka dengan damai, aman dan sejahtera di negara mereka masing-masing," kata Menteri Luar Negeri Slovenia Tanja Fajon.
"Pengakuan atas Palestina adalah satu-satunya cara bagi kedua negara dan masyarakat untuk hidup berdampingan secara damai," tambahnya.
"Jumlah negara-negara Eropa yang berpikiran sama terus bertambah, yang merupakan tanda jelas bahwa UE mengambil peran yang lebih aktif dalam penyelesaian konflik ini," katanya lagi.
Langkah tersebut dilakukan hanya dua hari setelah Irlandia, Norwegia dan Spanyol secara resmi mengakui negara Palestina.
Pada 9 Mei, pemerintah Slovenia meluncurkan prosedur untuk mengakui negara Palestina, menurut badan tersebut.
Israel telah membunuh lebih dari 36.200 warga Palestina di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang.
Kampanye militer telah mengubah sebagian besar wilayah kantong berpenduduk 2,3 juta orang itu menjadi reruntuhan, menyebabkan sebagian besar warga sipil kehilangan tempat tinggal dan berisiko kelaparan.
Israel dituduh melakukan “genosida” di Mahkamah Internasional, yang telah memerintahkan Tel Aviv untuk memastikan pasukannya tidak melakukan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.
(RZD)