Head of Strategic Communications and Brand UOB Indonesia, Maya Rizano (kiri) memberikan cendera mata kepada Pemimpin Redaksi Harian Analisa H War Djamil usai pertemuan silaturahmi di Medan, Selasa (22/10) (Analisadaily/Hendar)
Analisadaily.com, Medan - ASEAN Economist UOB, Enrico Tanuwidjaja menilai angka pertumbuhan ekonomi Indonesia 8% yang sering digaung-gaungkan Presiden Prabowo Subianto sangat mungkin dicapai. Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih di bawah potensi.
"Untuk mencapai angka 8% itu kita harus bergantung kekuatan domestik kita sendiri, ekonomi kita kuat," jelasnya saat berkunjung ke Redaksi Harian Analisa Medan, Selasa (22/10).
Dalam kunjungan yang diterima langsung oleh Pemimpin Redaksi Harian Analisa H. War Djamil, turut dihadiri Head of Strategic Communications and Brand UOB Indonesia, Maya Rizano, Cards and Payment Head, Herman Soesetyo, PFS Marketing Head, Arief Tjakraamidjaja dan Secured Product and Sales Head Inge Kartikasari Wonoadi.
Menurut Enrico, angka pertumbuhan 8% bisa dicapai dengan tiga jalur. Pertama sektor fiskal, pemerintah harus lebih bisa melakukan strategi fiskal yang ekspansif. Tetapi strategi ini tidak bisa tutup mata semua dikasih duit harus dicari sektor yang dampak runtunannya (multiflier effects) yang paling tinggi dan elastis.
"Kedua pendalaman pasar finansial. Pasar kita itu masih terlalu dangkal. makanya orang banyak menaruh dananya di negara tetangga seperti Singapura. Uangnya lari ke luar negeri,” ucapnya.
Enrico menjelaskan, pendalaman pasar finansial itu penting, salah satunya contohnya perumahan, mengapa anak-anak muda sekarang atau gen Z itu lebih memilih menyewa? Hal itu karena kurangnya literasi keuangan.
"Mereka perlu diberi pemahaman, kalau menyewa uang itu akan hilang begitu saja, tetapi kalau menyicil apa yang dicicil itu nantinya akan menjadi aset," tuturnya.
Jalur ketiga adalah transformasi struktural. "Kebiasaan kita terlalu banyak impor ini harus diubah," jelasnya.
Sedangkan untuk ekspor yang bagus harus dipertahankan seperti komoditas kayu, karet, furniture dan hasil bumi termasuk mineral.
"Kalau mineral sekarang itu diolah, dulu itu nggak diolah kita yang rugi," ujarnya.
Enrico menilai, pengolahan mineral melalui hilirisasi sudah bagus tetapi itu harus didukung dengan alih teknologi sehingga ke depan bisa dikerjakan oleh para pekerja Indonesia.
Dalam hal ini, Enrico setuju dengan apa yang dikatakan Presiden Prabowo bahwa pelaksanaannya harus fair trade bukan free trade. "Semua strategi ini harus dijalankan sehingga angka pertumbuhan 8% itu bisa jadi minimum," tutupnya.
(NAI/RZD)