Sabrina, pengusaha yang intens investasi emas sejak muda. (Analisa/nirwansyah sukartara)
Analisadaily.com, Medan - Di tengah maraknya tren investasi digital, saham, hingga kripto, ada satu instrumen klasik yang tetap jadi primadona bagi sebagian orang: emas. Bagi Sabrina, pelaku usaha travel tour and travel SAF asal Medan, emas bukan sekadar logam mulia. Ia adalah simbol kestabilan, ibadah, bahkan perisai hidup.
“Dari zaman dulu, kita bakal balik lagi ke fase di mana uang kertas itu gak ada,” ujar Sabrina mantap pada Analisa, Sabtu (18/10).
“Nanti semua jual beli akan pakai emas lagi. Jadi sebenarnya, investasi emas itu bukan gaya, tapi kembali ke fitrahnya uang," tambahnya.
Sabrina mulai berinvestasi emas sejak tahun 2003, tak lama setelah menikah. Ia masih ingat betul saat pertama kali membeli 5 gram emas, yang menjadi awal dari perjalanan panjangnya sebagai investor emas yang konsisten.
“Setiap tahun saya target 1,2 kilo. Alhamdulillah, sampai sekarang selalu tercapai,” ujarnya sambil tersenyum.
Bagi Sabrina, kunci keberhasilan investasi bukan pada jumlah, tetapi pada kedisiplinan. “Kalau niatnya investasi, jangan tergoda buat jual cepat. Minimal simpan dua tahun,” tambahnya.
Menariknya, Sabrina tak hanya memandang emas sebagai alat investasi, tapi juga jalan ibadah. Melalui bisnis tour and travel-nya, ia menciptakan sistem unik: program umrah berbasis emas.
“Kita buat namanya member gold. Jadi DP-nya itu 13 juta, setara 50 gram emas. Cicilannya sekitar Rp4 juta per bulan selama dua tahun. Baru tiga kali bayar aja udah bisa berangkat umrah,” jelasnya.
Dalam program itu, peserta bahkan mendapatkan cashback 20 gram emas setelah dua tahun. “Jadi mereka ibadahnya gak rugi. Malah dapat untung,” ujarnya penuh keyakinan.
Sabrina menolak menyimpan uang dalam bentuk tabungan bank. Alasannya sederhana: nilai uang kertas tak pernah naik.
“Kalau uang, nilainya tetap. Tapi kalau emas, nilainya naik terus. Jadi daripada beli rumah, beli aja emas dulu. Nanti emasnya bisa ditukar rumah,” ujarnya santai.
Ia juga enggan berinvestasi di saham. “Saham itu kayak hantu, gak jelas. Kalau emas, dia nyata, bisa dipegang. Turun pun cuma sebentar, tapi pasti naik lagi,” tuturnya.
Bagi Sabrina, emas adalah uang itu sendiri. Ia percaya, seberapa pun dunia berubah ke arah digital, nilai emas akan selalu bertahan.
“Sekarang kan udah ada emas digital juga. Nabung 50 ribu aja bisa. Lama-lama jadi banyak. Daripada nongkrong habisin 100 ribu, mending beli emas,” katanya, terkekeh.
Kecintaan Sabrina pada emas juga ia tularkan pada orang-orang di sekitarnya. Ia kerap membuat arisan emas bersama teman-teman dan aktif membagikan edukasi investasi lewat media sosial.
“Saya sering buat konten di Instagram. Bukan pamer, tapi edukasi orang bahwa investasi emas itu gak susah,” jelasnya.
Ia percaya, sejak dini anak muda perlu mengenal nilai emas. “Kalau mau tabungan untuk anak, mending emas. Dari bayi udah beli segram, lama-lama jadi kiloan. Gak terasa,” ujarnya.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Sabrina semakin yakin bahwa emas adalah “pertahanan hidup.”
“Bisnis bisa bangkrut, tekstil bisa mati, tapi emas gak akan pernah runtuh,” katanya.
Bagi Sabrina, emas bukan sekadar barang berharga, melainkan cara bertahan di zaman yang terus berubah. Ia menyebut emas sebagai “harta yang gak pernah membohongi.”
“Gak usah mikir emas lagi mahal atau murah. Beli aja. Karena emas itu pasti naik, tinggal tunggu waktunya aja,” pungkasnya.
Editor: Adelina Savitri Lubis