Dzulmi Eldin Jalani Sidang Perdana di PN Medan

Dzulmi Eldin Jalani Sidang Perdana di PN Medan
Dzulmi Eldin saat menjalani sidang perdana di Ruang Cakra Utama Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (5/3) (Analisadaily/Khairil Umri)

Analisadaily.com, Medan - Walikota Medan nonaktif, Dzulmi Eldin, menjalani sidang perdana di Ruang Cakra Utama Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (5/3).

Eldin disidangkan terkait kasus suap jabatan dan proyek. Dalam dakwaan jaksa, Eldin disebut menerima uang setoran dari sejumlah kepala dinas dan pejabat eselon II sebesar Rp 2,1 miliar.

Jaksa KPK, Iskandar Marwanto menyebut, kasus suap Eldin berawal dari kekurangan anggaran kegiatan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).

"Terdakwa pada pertengahan Juli 2018 menerima laporan dari Samsul Fitri tentang dana yang dibutuhkan untuk keberangkatan kegiatan Apeksi di Tarakan Kalimantan Utara sejumlah Rp 200 juta. Namun yang ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak mencapai jumlah tersebut," kata jaksa di hadapan hakim ketua, Abdul Azis.

Mendapat laporan itu, Eldin kemudian memberi arahan untuk meminta uang kepada para Kepala OPD/Pejabat Eselon II di lingkungan Pemko Medan. Samsul Fitri pun menyatakan kesanggupannya.

"Samsul Fitri di hadapan terdakwa kemudian membuat catatan para Kepala OPD/Pejabat Eselon II yang akan dimintai uang serta perkiraan jumlahnya yang mencapai Rp 240 juta. Atas catatan perhitungan Samsul Fitri tersebut terdakwa menyetujuinya," terang Iskandar.

Namun ternyata, permintaan Eldin melalui Samsul Fitri hanya terkumpul Rp 120 juta. Dalam kesempatan lain, permintaan Dzulmi Eldin terus berlanjut hingga yang terakhir ia meminta uang pegangan untuk menghadiri undangan acara program Sister City di Kota Ichikawa, Jepang, pada Juli 2019.

Perhitungan kebutuhan dana akomodasi kunjungan ke Jepang sejumlah Rp 1,5 miliar. Sedangkan APBD Medan hanya mengalokasikan dana Rp 500 juta.

Eldin kemudian mengarahkan Samsul Fitri meminta uang kepada Kepala OPD yang akan ikut dalam rombongan ke Jepang.

Keseluruhan uang yang dikumpulkan Samsul dari para Kepala OPD yang disetorkan ke Dzulmi Eldin total mencapai Rp 2,1 miliar.

"Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana," jelas jaksa

Atas dakwaan jaksa, Dzulmi Eldin melalui pengacaranya, Junaidi Matondang, langsung mengajukan eksepsi. Ia menyebut ada kekeliruan KPK dalam menulis surat dakwaan.

"Syaratnya harus cermat, singkat, jelas. Kami melihat ada absurditas di dalam surat dakwaan, dimana ada keterangan saksi yang ada di dalam surat dakwaan itu," ujar Junaidi.

Junaidi mengatakan kekeliruan ditemui dalam surat dakwaan yang menjelaskan Dzulmi Eldin mendapat uang Rp 2, 1 miliar, padahal dalam utang tersebut hanya mencapai Rp 1,4 miliar.

Ia berharap dengan eksepsi yang diajukan dapat menyempurnakan isi dakwaan yang harusnya menjadi patron persidangan.

"Kami berharap eksepsi yang kami ajukan ini bukan untuk mencari-mencari kesalahan namun mencari kesempurnaan, karena ada ketidakcermatan dalam surat dakwaan tersebut. Karena surat dakwaan seharusnya menjadi patron dari persidangan ini, maka agar tidak kabur kita menangkapnya," jelas Junaidi.

Saat disinggung mengenai nama Dzulmi Eldin yang dibawa-bawa dalam sidang Isa Ansyari dan Samsul Fitri sebagai pengendali tindak pidana korupsi, penasihat hukum menyatakan itu adalah hak mereka.

"Ya itukan memang hak mereka, itukan kata mereka. Nanti kita buktikan, kan itu masih tuduhan, emang kalau mereka menjawab seperti itu Dzulmi Eldin bersalah? Kan tidak. Dzulmi Eldin juga memiliki hak untuk menyatakan bahwa itu keliru," tandasnya.

(JW/EAL)

Baca Juga

Rekomendasi