Dilema Pedagang di Tengah Wabah Covid-19

Dilema Pedagang di Tengah Wabah Covid-19
Kondisi pasar tradisional di Kota Medan yang tampak sepi akibat virus Covid-19 (Analisadaily/Christison Sondang Pane)

Analisadaily.com, Medan - Suara anak muda itu terdengar pelan, namun berusaha tersenyum saat mengarahkan para pengendara agar memarkirkan sepeda motor di areal parkir yang ia jaga.

Keadaan seperti ini memang tidak seperti biasa. Pria bermarga Lumbangaol itu sebenarnya selalu menunjukkan raut wajah yang riang dan mengeluarkan nada suara ramah agar para pembeli mau menitipkan sepeda motornya di lokasi parkirnya.

"Aduh sunyi kali bang yang datang belanja ke sini. Tempat parkiran sepeda motor (sepeda motor-red) ini pun jadi banyak yang kosong. Sehari biasanya sampai seratusan sepeda motor yang ganti-ganti parkir, sekarang, lima puluhan saja payah kali bang. Sampai sore ini sedikit yang datang," kata Lumbangaol saat bercerita sambil menunggu 'pasiennya'.

Ia kemudian melanjutkan cerita soal temannya yang juga penjaga parkir. Sedikit kecewa, karena tidak banyak menitipkan sepeda motor di tempatnya. Kata dia, setiap hari halaman rumahnya biasa berjejer sepeda motor, sampai para pembeli susah melintas.

Tidak jauh dari areal parkir, keluhan demi keluhan terdengar. Tidak hanya dari petugas disiplin, yang lebih merasakan kesepian pengunjung adalah mereka para pedagang di Pajak Sambu, Jalan Sambu, Medan, tempat menjajakan berbagai jenis pakaian, sepatu, yang sebagian besar sudah second atau biasa disebut Monza. Keresahan mereka tertuju hanya pada satu penyebab saja, yakni virus corona.

Seorang pedagang, Happy Ginting (baju hitam) tampak sedang melayani para pembeli, Kamis (19/3). Analisadaily/Christison Sondang Pane
Memang, sejak Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) mewabah di Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, tempat-tempat keramaian seperti pusat perbelanjaan tidak banyak didatangi pembeli. Apalagi pemerintah pusat dan daerah telah menyampaikan larangan untuk mencegah penyebaran Covid-19, termasuk menetapkan keadaan ini sebagai bencana nasional non alam.

Hingga 22 Maret 2020, total negara yang terkontaminasi coronavirus berjumlah 159 negara di seluruh dunia. Korban terinfeksi 244.525 orang, dan 86.032 orang dinyatakan sembuh, namun yang meninggal dunia sebanyak 10.031 jiwa.

Keseluruhan data itu sudah termasuk dari Indonesia, yang didiagnosa positif 514 orang, 29 sembuh dan 48 orang meninggal dunia. Khusus di Sumatera Utara, positif 2 orang, namun satu meninggal dunia.

"Sepekan terakhir, sejak corona sampai ke Medan, pembeli di tempat saya dan juga pedang lainnya sangat sepi bang. Tak tahu lagi mau bilang apa," tutur Happy Ginting saat ditemui di lapak jualannya di barisan depan atau di tepi Jalan Sambu, Kamis (19/3) kemarin.

Lorong-lorong kios di Pajak Sambu, Medan, tampak sepi tidak seperti biasanya, yang ramai dikunjugi para konsumen, Kamis (19/3). Analisadaily/Christison Sondang Pane
Warga Helvetia Pasar VIII, Medan ini juga menyampaikan, corona membuat masyarakat menjadi takut untuk keluar rumah. Ia pun tidak dapat berbuat banyak, karena kejadian ini juga bukan di Medan saja, tapi juga di banyak negara.

"Warga tidak berani lagi pergi-pergi, termasuk belanja ke sini, sehingga penjualan kami pun sangat jauh berkurang. Sebelum virus corona datang, pendapatan dari dagangan ini cukup baik, yaitu mencapai Rp 1.2 juta - Rp 1.6 juta per bulan," ujar ibu dua anak tersebut.

Kalau pun sepi pembeli, lanjutnya bercerita sembari melayani konsumennya, paling sedikit itu diperoleh Rp 600 ribu. Itu sebelum kondisi seperti sekarang ini.

Lorong-lorong di Pajak Sambu, Medan, tampak sepi pembeli dan tidak seperti hari-hari sebelumnya, Kamis (19/3). Analisadaily/Christison Sondang Pane
"Tetapi sekarang, untuk mendapatkan sebesar Rp 600 ribu saja sangat sulit, bahkan mungkin kita tidak bisa memperolehnya," ucap Happy, yang menjaga usaha mertuanya, yang sudah berjualan di sekitar Pusat Pasar Kota Medan itu selama 20 tahun lebih.

Kendati kondisi Medan demikian, yang saat ini berhadapan dengan coronavirus, ia mengungkapkan masih berjualan. Namun, masih kata dia, yang dipastikan adalah tetap menjaga kesehatan tubuh agar terhindar dari segala macam penyakit, termasuk COVID-19.

"Ya, mau bagaimana lagi, kalau kita tidak berdagang, dari mana dapat penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-harinya. Tapi begitu pun, kita tetap harus kuat dan memastikan tetap sehat-sehat," kata Happy dan berharap agar pemerintah menyemprotkan disinfektan di kios-kios yang ada di sekitar pasar itu.

Masih di pasar ini. Melewati lorong-lorong kios yang sepi karena sebagian pedagang memilih tutup lebih cepat, Sitanggang, terlihat duduk di lantai papan sambil membersihkan sepatu-sepatu dagangannya yang disusun rapi di rak-rak kayunya.

Dia mengaku, sejak pagi belum buka dasar (penjualan pembuka saat berjualan). Akhir-akhir ini sunyi yang beli, karena wabah korona membayangi masyarakat dan sekaligus membuat khawatir untuk bepergian.

Ia juga mengutarakan hal yang dengan Happy, yang memilih berjualan walau virus corona mempengaruhi tingkat penjualan. Kata dia, ini dilakukan bukan karena yang lain-lain, ini semua demi melanjutkan kehidupan sehari-hari.

"Bila tidak kerja, yang enggak dapat duit. Kalau duit gak ada, bagaimana mau makan," ucap Sitanggang, yang berdomisili di Medan Helvetia.

Anak muda ini lanjut menyampaikan tentang himbauan pemerintah untuk tidak pergi ke tempat keramaian dan memilih agar di tetap tinggal di rumah.

Menurutnya, jika pemerintah mengeluarkan arahan seperti itu, ia pun mengaku bingung sendiri, karena kebutuhan hidupnya dan keluarganya harus terus dicari.

"Bingunglah, karena kan, kalau di rumah saja gak bisa dapat penghasilan. Beda dengan yang bekerja sebagai pegawai, bisa kerja dari rumah dan setiap bulan sudah pasti mendapatkan gaji," tuturnya sembari berharap agar wabah corona segera hilang, dan aktivitas masyarakat pun kembali berjalan normal.

(CSP/EAL)

Baca Juga

Rekomendasi