Kebun Sawit PHS Papaso Dipersoalkan Warga

Kebun Sawit PHS Papaso Dipersoalkan Warga
Asisten 1 Sekretariat Daerah Padanglawas, Gunung Tua H Daulay (Analisadaily/Atas Siregar)

Analisadaily.com. Sibuhuan - Perkebunan kelapa sawit di Desa Papaso, Kecamatan Sosa Timur, yang dikelola PT Permata Hijau Sawit (PHS) kembali disoal masyarakat delapan desa, yaitu Desa Gunung Manaon, Muara Tige, Salambue, Pagaran Baringin, Gunung Intan, Sibodak, Rombayan dan Desa Papaso.

Warga mempersoalkan kebun Papaso yang semula lahannya dibeli perusahaan dari lahan masyarakat dan wilayah luat Pinarik Papaso sekitar tahun 1991 karena dinilai warga, manajemen perusahaan telah melenceng dari UU RI nomor 14 tahun 2014 tentang Perkebunan, serta Peraturan Menteri Pertanian nomor 21/Permentan/ KB.140/6/2017 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Pertanian nomor 98/ Permentan/OT.140/2013 tentang Pedoman Perizinanan Usaha Perkebunan.

Perusahaan kebun sawit dengan luas kurang lebih 3.300 hektare di tiga tempat dikelola PT PHS sejak 1991 dengan mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP) nomor: 503/003/ IUP/2014 ter tanggal 21 November 2014, saat ini sedang melakukan replanting atau penanaman kembali.

Luat Hasibuan salah satu tokoh adat Pinarik Papaso perwakilan delapan desa mempertanyakan terkait legalitas perusahaan dalam mengelola kebun kelapa sawit di wilayah Papaso.

“Tolong tunjukkan bukti bukti legalitas pengelolaan lahan perkebunan Kelapa Sawit Kebun PHS yang terletak di wilayah Papaso,” tanya Luat Hasibuan Jumat (26/6).

Selain itu, Luat Hasibuan juga mempersoalkan luas lahan yang digarap PHS. Untuk itu ia meminta agar dilakukan pengukuran ulang dengan masyarakat delapan desa Kecamatan Sosa Timur.

“Apalagi saat ini perusahaan sedang melakukan replanting atau penanaman ulang. Ini adalah tindakan sepihak tanpa ada pemberitahuan atau sosialisasi dengan masyarakat di wilayah Kebun Papaso,” papar Luat.

Luat mengungkapkan, hampir 29 tahun PHS Kebun Papaso beroperasi di wilayah Luat Pinarik. Namun pihak prusahaan tidak memenuhi kewajibannya terhadap masyrakat yang delapan desa sebagaimana yang sudah diatur dalam undang-undang.

Kemudian dia juga sangat menyayangkan sikap menajemen perusahaan yang selama ini tidak mengutamakan pekerja dari putra daerah.

“Kita nilai perusahaan tidak mendukung program sosial terhadap masyarakat di lingkungan Kebun Papaso, terlebih lagi 20 persen kebun plasma masyarakat belum terwujud," papar Luat Hasibuan.

Sementara Asisten 1 Sekretariat Daerah Padanglawas, Gunung Tua H Daulay, ketika ditanyakan terkait tuntutan warga delapan desa terhadap PHS, mengatakan, lahan PHS ada tiga titik, yaitu Papaso 2.900 hektare, Bukit Udang 200 hektare, mondang 200 hektare dengan satu IUP.

“Jadi mungkin masyarakat beranggapan luas lahan kebun PHS tidak sesuai dengan izin yang dimiliki, makanya warga minta diukur ulang,” kata Gunung Tua.

Ketika ditanyakan apakah dibenarkan sesuai aturan satu IUP, bisa mengelola lahan kebun di tiga lokasi yang berbeda. Gunung Tua mengatakan tidak ada masalah. Sedangkan CSR perusahaan apakah sudah berjalan kepada masyarakat sesuai aturan, Gunung Tua yang juga menjabat Pelaksana tugas Kaban Pendapatan Daerah itu tidak mengetahui persis.

“Bisa saja sudah, tapi tidak terkontrol mungkin selama ini,” ungkapnya.

Sebelumnya perwakilan masyarakat delapan desa telah menggelar pertemuan antara PHS dengan warga yang dimediasi Pemerintah daerah. Namun, dalam pertemuan itu belum ada titik temu dan akan dilanjutkan pertemuan pada 6 Juli mendatang.

(ATS/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi