Rumah Adat Batak di Kawasan Danau Toba Perlu Diperhatikan

Rumah Adat Batak di Kawasan Danau Toba Perlu Diperhatikan
Salah satu konstruksi berbentuk rumah adat Batak di kawasan Danau Toba di Tuktuk Siadong, Kabupaten Samosir. (Analisadaily/Christison Sondang Pane)

Analisadaily.com, Samosir – Lima tahun terakhir, Pemerintah Pusat memberikan perhatian khusus terhadap Danau Toba, termasuk menetapkannya sebagai destinasi super prioritas yang akan terus dibangun, mulai dari infrastrukturnya, keanekaragaman hayatinya hingga kekayaan budayanya.

Sejak itu pula, semakin banyak kelompok masyarakat yang menunjukkan kepedulian terhadap danau vulkanik terbesar di dunia tersebut. Menuangkan ide-ide untuk mempercepat proses pengembangannya.

Namun di samping pembangunan fisik yang kini terus berjalan, aspek lain yang perlu mendapat perhatian lebih serius adalah tetap menonjolkan ciri khas yang ada di kawasan Danau Toba, terutama rumah-rumah adat Batak.

Pemerhati Pariwisata, Amiruddin mengatakan, kunci pariwisata itu ada tiga, akses, pelayanan dan atraksi. Bagi dunia wisata, ketiga aspek itu tentu bukan sesuatu yang baru, karena itu tidak bisa diabaikan jika destinasi yang akan dikembangkan ingin mendapat kunjungan yang lebih ramai.

“Saya berwisata ke Samosir, karena saya mendengar jalannya sudah bagus. Sebelumnya saya hanya ke Parapat kalau datang ke Sumatera Utara. Menurut saya, kemajuan pariwisata itu akan ditentukan jika infrastrukturnya terjaga dengan baik,” kata Amiruddin, yang berlibur bersama keluarganya dari Semerang, Jawa Tengah.

Dia lanjut menjelaskan, dalam proses pengembangan Pemerintah setempat juga perlu membuat ketentuan-ketentuan sehingga ciri khas daerahnya tidak hilang. Contohnya, kata dia, pengelolaan rumah-rumah adat Batak di Samosir dan di kawasan Danau Toba lainnya.

“Kita lihat misalnya bangunan-bangunan rumah di Samosir, Bupati harus buat suatu ketentuan bahwa semua bangunan modern, atapnya harus berbentuk rumah adat Batak. Akan tidak menarik ketika rumah adat berjejer, tapi di sebelahnya ada rumah modern, yang bukan menunjukkan ciri khas bangunan Batak,” ujar pria lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata Semarang itu.

Kata dia, di sini budayanya sangat menarik. Misalnya, Tuktuk Siadong, dijadikan kawasan destinasi wisata favorit maka Pemerintah Samosir membuat ketentuan itu tadi. Sekian hektar bangunan rumah adat Batak, atau yang lainnya modern, tapi atap harus berbentuk rumah adat Batak.

“Menampilkan keunikan itu sangat penting dalam dunia pariwisata, dan biaya pembuatannya, Pemerintah harus membantu warga. Kemudian, para pelaku usaha penginapan juga menyediakan semacam papan informasi atau peta lokasi tentang kawasan-kawasan wisata yang ada di tempat tersebut. Lalu, memperbanyak atraksi budaya, karena kawasan ini terkenal dengan keunikan adat istiadatnya,” tutur anggota Internasional Scin-Tech Diving Association (ISTDA NOOA) itu.

Mempercepat upaya itu maka Pemerintah perlu melakukan brainstorming, mengumpulkan semua pelaku-pelaku usaha untuk membicarakan pengelolaan lokasi-lokasi destinasi. Tidak itu saja, peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia tetap harus berjalan, karena ini akan menjadi faktor pendorong kemajuan pariwisata.

Pemilik wisata Diving di Karimun Jawa ini pun menyampaikan, daerah wisata itu juga harus mempunyai akses publik, tidak boleh hanya dikuasai pemilik penginapan yang berada di tepi pantai-pantai Danau Toba. Agar, wisatawan juga bisa dengan bebas masuk.

Masih kata dia, aspek lain yang perlu disediakan dalam pengembangan pariwisata bertaraf internasional adalah penyediaan fasilitas umum, seperti toilet, pengelolaan air, lingkungan hingga tempat pembuangan sampah.

“Di sisi lain, daya tarik wisata itu harus dikaryakan, dibuat inovasi baru, berbeda dari yang lain, sehingga menjadi lebih bagus dan orang tertarik berkunjung. Dengan begitu, apabila wisatawan semakin lama ingin tinggal di suatu tempat maka itu artinya dia betah, namun begitu sebaliknya. Bila cepat, berarti bisa dikatakan kurang nyaman,” tambahnya.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi