OJK (Wikipedia)
Analisadaily.com, Jakarta - Jumlah pengaduan konsumen industri asuransi terus meningkat sejak beberapa tahun terakhir, bahkan menduduki urutan kedua untuk jumlah pengaduan konsumen tertinggi. Hal ini diungkap Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Pengaduan dari masyarakat terhadap industri asuransi meningkat yang didominasi ketidaksesuaian penjualan, terutama terkait produk asuransi yang dikaitkan investasi (PAYDI) atau unit-linked oleh agen atau tenaga pemasar produk asuransi," kata Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Agus Fajri Zam, dalam diskusi virtual yang digelar Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), di Jakarta, dilansir dari Antara, Kamis (15)4).
Pada tahun 2019 ada sebanyak 360 pengaduan, kemudian tahun 2020 meningkat menjadi 593 pengaduan, dan hingga triwulan I 2021 telah mencapai 273 aduan. Semua pengaduan bisa diselesaikan secara internal dan bisa memfasilitasi untuk menyelesaikan komplain ini.
Secara umum permasalahan yang paling banyak diadukan adalah pertama, ketidaksesuaian informasi yang disampaikan oleh agen. Tidak sesuai dengan yang dijual. Kedua, pengaduan karena turunnya nilai investasi.
"Dijanjikan begini, ketika diklaim hanya segini. Ini yang kadang menjadi keributan," ujar Agus.
Kemudian, kebanyakan dari pengaduan yang disampaikan juga meminta agar premi yang sudah dibayarkan selama beberapa periode dapat dikembalikan seluruhnya secara utuh.
"Padahal diketahui, ada dua komponen yaitu komponen asuransi dan komponen investasi. Kalau dibalikin secara keseluruhan, sementara kita menikmati klaim asuransi yang ada, kan tidak fair juga," jelasnya.
Tak hanya itu, pengaduan lainnya yakni perihal kesulitan dalam memproses klaim yang sudah jatuh tempo tapi belum juga dibayarkan.
"Permasalahan dari pengaduan terbagi empat, tapi terbanyak soal mis-selling," kata dia.
Agus menilai pengaduan terkait unit-linked tersebut bisa disebabkan berbagai faktor dan pelaku, mulai dari perusahaan, agen, atau bahkan masyarakat selaku nasabah itu sendiri. Dari sisi nasabah, selain yang benar-benar terkena fraud, faktanya masih banyak yang minim pengetahuan atau belum memiliki awareness terkait risiko dari produk asuransi yang dibarengi dengan investasi.
"Untuk pelaku usaha jasa keuangan asuransi, proses penawaran dan penjualan harus terdokumentasi dengan baik, ada rekamannya. Selain itu, perlu ada daftar blacklist agen nakal/fraud, karena kebanyakan pengaduan ke kami, biasanya si agen sudah hilang atau tidak bekerja lagi," jelasnya.
Sementara dari sisi perusahaan, kebanyakan masalah timbul akibat penawaran produk yang kurang memiliki transparansi. Misalnya, tidak mengungkap histori kinerja, menekankan kata tabungan agar dianggap tidak berisiko, atau menjamin kepastian bahwa nasabah bakal mendapat profit.
Dari hasil pemetaan OJK, proses pemasaran yang menyerupai bisnis Multi Level Marketing (MLM) pun menjadi salah satu penyebab fraud. Karena lebih menekankan bonus pendapatan, dan banyaknya agen tidak tersertifikasi. Sistem ini membuat kecenderungan agen tidak memberikan pemahaman kepada konsumen dengan baik.
(RZD)