Pemegang Daftar Nominatif dari Gubernur Sumut Merasa Ditipu

Pemegang Daftar Nominatif dari Gubernur Sumut Merasa Ditipu
Lahan yang daftar nominatif peruntukannya kepada Wilson Nainggolan dkk justru dikuasai pihak lain (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Tanjung Morawa - Sebagai pihak yang menerima hak peruntukan areal eks HGU seluas ± 41 hektare di Desa Penara, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, dari Gubernur Sumatera Utara, Wilson Nainggolan merasa kecewa karena ada pihak lain yang juga menduduki lahan tersebut.

Padahal menurutnya ketetapan itu sudah keluar sejak 15 September 2016 melalui SK Gubernur Sumut Nomor 100/7452/2016 yang ditandatangani Tengku Erry Nuradi.

Atas dasar tersebut, Wilson Nainggolan dan 23 orang lain yang masuk daftar nominatif dari Gubernur Sumut membayarkan Surat Perintah Setor (SPS) ke PTPN II sehingga pada Agustus 2019 keluar Surat Keputusan Direksi PTPN II Nomor 2.6/Kpts/263/VIII/2019 tentang Persetujuan Penghapusan Sebagian Nilai Asset Tanah Eks Sertipikat HGU No. 1/Penara Kebun dan Asset Tanaman dan Asset Tanaman Kelapa Sawit TBM/TM di Kebun Unit Tanjung Garbus Pagar Merbau yang ditandatangi Direktur Utama PTPN II, Mohammad Abdul Ghoni.

"Setelah kami bayar SPS senilai Rp39 miliar kepada PTPN II, kami mengetahui justru ada pihak lain yang juga menduduki lahan tersebut. Jelas kami kecewa karena surat dari Dirut PTPN II sudah jelas menunjukkan bahwa lahan itu milik kami. Tapi ternyata ada pihak lain yang masih mengklaim lahan tersebut," kata Wilson Nainggolan, Senin (18/10).

Wilson mengungkapkan bahwa pihaknya sempat mempertanyakan kepada Dirut PTPN II soal penguasaan lahan tersebut oleh pihak lain.

Melalui surat nomor 20/X/254/III/2019, Direktur Utama PTPN II saat itu, Mohammad Abdul Ghoni, menjelaskan bahwa tanah seluar 41 hektare yang dimohonkan tuntutan dan pelepasannya bukanlah termasuk dalam tuntutan kelompok Rokani dkk yang saat ini masih dalam proses perkara dengan PTPN II. Dengan kata lain lahan seluas 41 hektare tersebut bukan termasuk objek perkara di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, melainkan eks HGU yang sedang dalam proses penghapusbukuan dan pemindahtanganan.

"Tapi kenapa setelah kami bayarkan puluhan miliar, tenyata objek tersebut diklaim oleh HKTI yang menyebut sebagai penerima kuasa dari Rokani dkk. Dimana pertanggungan jawaban Bapak Abdul Ghoni atas penjelasan suratnya tersebut?," sesal Wilson.

Puncaknya ketika Wilson dan para pemegang daftar nominatif atas lahan tersebut hendak melakukan pemagaran, datang sekelompok orang yang juga mengklaim kepemilikan lahan itu.

"Semalam kami memasang pagar di lahan tersebut, tiba-tiba diberhentikan orang-orang yang mengatasnamakan diri dari HKTI. Namun tetap lanjut karena kami merasa itu hak kami sesuai nominatif yang dikeluarkan Gubernur Sumatera Utara. Tiba-tiba paginya saya kesitu ada police line. Saya jadi bingung kok ada police line. Ini saya mau konfirmasi ke Polresta Deli Serdang kenapa lahan saya kok dipasang garis polisi," ungkap Wilson.

"Jadi sekarang kami bingung, udah bayar SPS ke PTPN II, Dirut waktu itu bilang kalau lahan tersebut bukan termasuk objek sengketa, tapi kenapa ada pihak lain yang mengklaimnya. Jelas kalau kami merasa ditipu oleh PTPN II," sebutnya.

Jika dalam waktu satu bulan ke depan tidak ada tanggapan dari PTPN II, Wilson akan melaporkan kasus ini ke Presiden, Kapolri, KPK, Kejaksaan Agung.

"Karena kami menilai ada permainan disini. Dimana tanggung jawab PTPN II atas SPS yang sudah kami bayarkan tersebut. Jelas kalau kami merasa ditipu dan dicurangi oleh PTPN II," tukasnya.

Sementara Mohammad Abdul Ghoni yang merupakan mantan Dirut PTPN II sekaligus pihak yang mengeluarkan surat penjelasan terkait status lahan tersebut enggan memberikan komentar ketika dimintai klarifikasi menganai kasus ini.

(EAL)

Baca Juga

Rekomendasi