Petugas mengevakuasi truk tronton bernomor plat KT 8534 AJ setelah mengalami kecelakaan di Turunan Rapak, Jalan Soekarno-Hatta, Balikpapan (ANTARA FOTO/HO/Novi A)
Analisadaily.com, Balikpapan - Kecelakaan beruntun di Balikpapan masih menimbulkan tanda tanya terkait sebab truk mengalami rem blong.
Menurut Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), salah satu penyebab truk tersebut mengalami rem blong karena menggunakan klakson telolet.
Kecelakaan fatal melibatkan truk dimensi panjang terjadi di Simpang Rapak pada 21 Januari 2022 sekira pukul 06.15 WITA.
Dalam kecelakaan itu, truk kontainer mengalami rem blong dan menabrak para pengendara yang sedang berhenti untuk menunggu lampu merah. Akibatnya 4 orang meninggal dan sekitar 30 orang luka berat hingga ringan.
Truk tronton itu sendiri dikendarai sopir bernama M. Ali (47). Ia langsung diamankan sesaat setelah kejadian dan juga ditetapkan menjadi tersangka.
Dijelaskan oleh Senior Investigator KNKT, Achmad Wildan, kecelakaan yang terjadi di Balikpapan dipastikan terjadi akibat kasus angin tekor yang mengakibatkan rem truk tersebut tidak berfungsi.
Dari hasil investigasi, Wildan menjabarkan ada tiga temuan yang berhasil dikulik dari pengakuan sopir truk tersebut.
"(Kejadian truk kecelakaan) di Balikpapan akan saya sampaikan faktualnya. Pertama, pengemudi pada saat masuk turunan itu menggunakan gigi empat. Sekalipun (dia) ngomong sehabis itu dia masuk gigi tiga, saya tidak percaya. Karena sayakan pengemudi juga, saya asesor kompetensi pengemudi, jadi saya paham betapa sulitnya memindahkan gigi ketika di turunan dalam kondisi pedal kopling nggak bisa diinjak," kata Wildan, dilansir dari
detikcom, Jumat (28/1).
"Kemudian pengemudi menjelaskan, jarum rpm menunjuk angka 5, pedal rem keras. Oke, berarti di sini masalahnya angin tekor. Saya minta tim investigator ngecek, coba cek gap atau celah kampas dengan rem, ketemu, (ada gap) lebih dari 2 mm," lanjut Wildan.
Selain dua temuan tersebut, temuan lain tim KNKT adalah klakson telolet yang dipasang pada truk tersebut. Klakson telolet itu menggunakan angin dari tabung yang sama dengan tabung angin untuk kebutuhan rem.
Modifikasi klakson telolet sejatinya tidak dibenarkan jika sumber udara pada klakson itu disatukan dengan sumber udara pada sistem pengereman. Seharusnya klakson itu menggunakan tabung angin sendiri sehingga kebutuhan udara untuk sistem pengereman selalu terjaga.
"Apalagi temuannya? Dipasang klakson telolet. Nah di situ, dua titik tadi itu menunjukkan dia boros (angin). Karena pada saat dia turun, pengemudi itu nggak sempat ngisi (angin)," jelas Wildan.
"Jadi gini, celah rem, kampas dengan tromol sama klakson telolet, itu ketika beroperasi di jalan mendatar nggak masalah. Karena buang angin, nanti diisi lagi, kan ngegas terus. Tapi pada saat jalan turun, nggak akan punya kesempatan ngisi (angin). Hanya buang aja. Begitu buang tanpa ngisi, saya yakin dua tiga kali injekan, dua tiga kali nglakson selesai. Dia nggak bisa lagi nginjak pedal rem. Nah itulah kasus yang terjadi di Balikpapan. Jadi kasusnya adalah angin tekor," ungkapnya.
"Namun intinya adalah bahwa kita harus memberikan edukasi kepada pengemudi. Kalau di jalan menurun, jangan gunakan gigi tinggi, jangan ngerem pakai service brake karena akan ketemu tiga hal. Kalau kondisi kendaraan bagus semua akan ketemu brake fading. Kalau ketemu gap kampas dan remnya renggang, ketemu angin tekor. Kalau misalkan remnya ada kandungan air, akan ketemu vapor lock. Tiga-tiganya (bikin) rem blong," tukas Wildan.
(EAL)