JHT Cair Usia 56 tahun, DPR: Kaji Ulang

JHT Cair Usia 56 tahun, DPR: Kaji Ulang
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher. (ANTARA/HO-DPR RI.)

Analisadaily.com, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, meminta pemerintah mengkaji ulang Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Menurut Netty, berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu, peraturan yang salah satunya memuat kebijakan pencairan dana JHT pada saat pekerja berusia 56 tahun itu perlu dikaji ulang karena mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja di tengah masa pandemi Covid-19.

"Muatan permenaker tersebut mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja yang tertekan dalam situasi pandemi. Peraturan ini juga menunjukkan ketidakpekaan pemerintah terhadap situasi pandemi yang membuat pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK)," ujarnya.

Lebih lanjut, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini mengatakan aturan pencairan dana JHT saat berusia 56 tahun itu berlaku bagi peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena PHK, atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya.

Padahal, berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan per Desember 2021, total klaim peserta yang berhenti bekerja didominasi oleh alasan mengundurkan diri sebesar 55 persen dan 35 persen beralasan terkena PHK.

“Berhenti bekerja karena PHK tentu bukan keinginan pekerja. Berhenti karena pengunduran diri pun bisa karena situasi di tempat kerja yang sudah tidak nyaman. Jadi, mengapa JHT yang sebagiannya merupakan tabungan peserta ditahan pencairannya," ucap Netty.

Di samping itu, ia pun memandang dana tersebut dibutuhkan para pekerja yang mengundurkan diri ataupun di-PHK demi bertahan hidup di masa sulit. Dengan demikian, jika harus menunggu berusia 56 tahun untuk menerimanya, hal itu akan mempersulit keberlangsungan pendapatan mereka.

Oleh karena itu, Netty mengharapkan pemerintah dapat mengkaji ulang atau bahkan mencabut peraturan tersebut sebagai bukti empati dan keberpihakan pada pekerja di tengah pandemi yang berdampak menggerus perekonomian rakyat.

"Jika pemerintah tidak menggubris peringatan ini, saya khawatir tekanan hidup dan kesulitan akan membuat rakyat semakin keras menolak dan melawan pemberlakuan peraturan tersebut," kata Netty.

Yang terakhir, Netty juga meminta pemerintah untuk memperbaiki tata kelola komunikasi publik terkait dengan penerapan aturan tersebut.

"Pemerintah harus dapat membuka ruang dialog dan mendengarkan aspirasi masyarakat dengan baik. Lakukan sosialisasi dan edukasi secara utuh jika itu menyangkut regulasi yang pasti akan menyentuh berbagai ruang kehidupan masyarakat secara luas," imbau Netty.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi