Pendapat Partai Golkar Tentang Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Pendapat Partai Golkar Tentang Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng (Antara)

Analisadaily.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng, menyampaikan pendapatnya terkait wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

Menurutnya perpanjangan masa jabatan presiden bukan hal yang tabu untuk dibicarakan berbagai pihak.

"Yang tidak bisa diubah hanya Kitab Suci. Di luar itu, semua bisa diubah, asal melalui mekanisme konstitusi," kata Mekeng, dilansir dari Antara, Jumat (25/2).

Ia menjelaskan wacana perpanjangan masa jabatan presiden merupakan keinginan masyarakat yang disampaikan kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto, dan anggota DPR Fraksi Partai Golkar. Namun tidak dijelaskan secara rinci masyarakat yang dimaksud itu.

Menurut dia, Partai Golkar sebagai partai politik yang memperjuangkan aspirasi masyarakat harus merespon permintaan itu.

"Namun hal ini tentu harus melibatkan semua parpol di parlemen dan unsur DPD, bagaimana sikap PDI Perjuangan, Partai Gerindra, PKB, Partai NasDem, Partai Demokrat, PAN, PPP, PKS dan DPD. Partai Golkar siap membahas sesuai mekanisme konstitusi," ujarnya.

Anggota Komisi XI DPR itu menilai jika Pemilu dilaksanakan pada 2024, maka situasi ekonomi Indonesia akan terganggu karena diperkirakan defisit ekonomi semakin dalam.

Padahal menurut Mekeng, ekonomi Indonesia saat ini belum berjalan normal karena pengaruh pandemi Covid-19 dan defisit anggaran yang masih tinggi.

"Mulai 2023, defisit APBN tidak boleh lebih dari tiga persen. Artinya, defisit anggaran negara kembali ke aturan UU keuangan negara yaitu berada di bawah tiga persen," katanya.

Ia mencontohkan, selama pandemi, pembiayaan negara banyak ditopang oleh utang, misalnya pada 2021, utang negara mencapai Rp1.100 triliun. Menurutnya pada 2022, utang sedikit berkurang karena ekonomi sudah mulai membaik yaitu Rp600 triliun dan pada 2023 sudah tidak boleh hutang lagi.

Mekeng menilai, kalau sudah tidak boleh utang lagi, maka pemerintah harus jeli mencari penerimaan negara sehingga, penerimaan pajak, investasi dan produk domestik bruto (PDB) harus meningkat.

"Kita tahu selama pandemi Covid-19, pembiayaan negara lebih banyak ditopang oleh utang karena penerimaan negara berkurang. Nanti kalau sudah ada hiruk-pikuk Pemilu 2024, bagaimana meningkatkan penerimaan negara, pasti tersendat, ini bahaya," ujarnya.

Ia mengatakan, dalam kondisi penerimaan negara yang kurang dan utang tidak boleh, negara dituntut untuk mengurangi angka kemiskinan. Namun menurut dia, di sisi lain, berbagai bantuan yang ada selama ini seperti Bantuan Sosial dan Program Keluarga Harapan (PKH) tidak boleh langsung berhenti.

"Karena berbagai bantuan tersebut untuk menjaga masyarakat tidak jatuh miskin. Selain itu untuk menjaga daya beli masyarakat agar roda ekonomi tetap jalan," katanya.

Mekeng menilai, saat pelaksanaan Pemilu, investasi hampir tidak ada karena pengusaha dalam posisi "melihat dan menunggu" yaitu menunggu gelaran politik selesai.

Pada sisi lain menurut dia, biaya untuk Pemilu 2024 cukup besar yaitu mencapai Rp100 triliun dan harus dipenuhi negara, sehingga dari mana pemerintah mendapatkan dana itu sementara sumber-sumber penerimaan negara berkurang karena pandemi Covid-19.

Ia menambahkan semangat perpanjangan masa jabatan presiden juga penting karena saat ini sedang terjadi perang antara Rusia dan Ukraina.

Menurut dia, perang bisa berlangsung lama dan mungkin saja akan terjadi perang besar sehingga berdampak pada perekonomian dunia akibat harga minyak akan naik dan nilai tukar dolar terhadap rupiah juga naik.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto, mengatakan, petani kelapa sawit di Siak, Pekanbaru, menginginkan perpanjangan masa jabatan presiden.

“Aspirasinya kami tangkap tentang keinginan adanya kebijakan berkelanjutan dan juga ada aspirasi kebijakan yang sama bisa terus berjalan," kata Airlangga dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (24/2).

Aspirasi itu dia terima dalam kunjungan kerja ke Siak, Riau, Kamis (24/2).

(EAL)

Baca Juga

Rekomendasi