Perdana Menteri Inggris Boris Johnson Tolak Mengundurkan Diri

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson Tolak Mengundurkan Diri
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menghadiri KTT NATO di Madrid, Spanyol, pada Rabu (29/06/2022) (ANTARA FOTO/REUTERS/Yves Herman)

Analisadaily.com, London - Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada Rabu (6/7) menentang tekanan untuk mundur dari anggota kabinet dan partainya sendiri.

Dilansir dari Antara, mengutip Reuters, Kamis (7/7), dia menegaskan bahwa dirinya akan melawan segala upaya untuk menurunkannya dari kursi perdana menteri.

"Saya tak akan mundur dan hal terakhir yang diperlukan negara ini, terus terang, adalah pemilihan umum," kata Johnson di depan komite parlemen.

Johnson mengatakan, dia memegang mandat Pemilu 2019 dan tak akan melepaskan tugasnya di tengah krisis biaya hidup dan perang di Eropa.

Dia menolak menjawab pertanyaan apakah dirinya akan tetap bertugas jika anggota-anggota parlemen dari partainya sendiri tak lagi percaya pada dirinya.

Lebih dari 40 pejabat dalam pemerintahannya telah mengundurkan diri dan banyak anggota parlemen dari Partai Konservatif telah menentangnya secara terbuka.

Beberapa anggota kabinet mendatanginya di Downing Street –sebutan bagi kantor dan kediaman perdana menteri Inggris– untuk memintanya turun dari jabatan, menurut seorang sumber.

Salah seorang di antaranya meminta Johnson menetapkan sendiri tanggal pengunduran dirinya ketimbang menghadapi mosi tidak percaya.

Banyak anggota parlemen mengatakan bahwa sekarang pertanyaannya bukan lagi apakah tetapi kapan dia harus mundur.

Pada Rabu malam, jaksa wilayah Inggris dan Wales Suella Braverman mendesak Johnson untuk lengser.

Braverman menjadi menteri kabinet pertama yang mengatakan akan bersaing untuk menggantikan Johnson dalam pemilihan pemimpin Konservatif.

"Saya pikir inilah saatnya bagi perdana menteri untuk mengundurkan diri," kata Braverman kepada ITV, seraya menegaskan bahwa dirinya tak akan keluar dari posisinya.

"Jika ada pemilihan pemimpin (partai), saya akan mengikutinya," katanya.

Krisis kepercayaan terhadap Johnson memuncak setelah integritasnya dipertanyakan karena menunjuk seorang anggota parlemen, yang pernah menjadi target penyelidikan kasus serangan seksual, untuk mengurusi soal keagamaan di partainya.

Sebelumnya, berbagai skandal telah mendera pemerintahannya, termasuk laporan tentang pesta di Downing Street yang melanggar aturan pembatasan Covid-19.

Anggota parlemen dari kubu Konservatif James Duddridge, teman dekat Johnson, mengatakan kepada Sky News bahwa pemimpin Inggris itu "adalah pelampung, dia (naik) ke atas untuk bertarung".

Duddridge mengatakan bahwa Johnson dan menteri keuangan baru Nadhim Zahawi akan menyusun rencana ekonomi pekan depan yang akan mencakup pemangkasan pajak.

Johnson telah memecat Michael Gove, seorang menteri senior yang menurut media telah mendesak sang perdana menteri untuk turun dari jabatannya.

Pada Rabu malam, Menteri Sekretaris Negara Wales Simon Hart bergabung dengan mereka yang mengundurkan diri.

Pengunduran diri massal muncul sejak Selasa ketika menteri kesehatan dan menteri keuangan Inggris mundur dari jabatan mereka.

Di parlemen, para menteri senior tampak menahan diri untuk tidak tertawa ketika pemimpin Partai Buruh oposisi mengolok-olok bahwa kabinet Johnson telah menjadi "the charge of the lightweight brigade" –sebutan bagi aksi militer kavaleri Inggris yang gagal menaklukkan Rusia dalam Pertempuran Balaclava 1854.

"Pada titik tertentu, kita harus memutuskan untuk berhenti. Saya yakin titik itu adalah sekarang," kata Sajid Javid dalam pidato pengunduran dirinya sebagai menteri kesehatan.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi