Mahasiswa dari 30 Perguruan Tinggi se-Indonesia Bertemu Bupati Tapsel Dolly Pasaribu

Mahasiswa dari 30 Perguruan Tinggi se-Indonesia Bertemu Bupati Tapsel Dolly Pasaribu
Mahasiswa dari 30 Perguruan Tinggi se-Indonesia Bertemu Bupati Tapsel Dolly Pasaribu (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Marancar - Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dengan Program Modul Nusantara (PMN) Tahun 2022, Universitas Sumatera Utara (USU) menerima 163 mahasiswa inbound dan lebih dari 30 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Dalam mendukung keberhasilan PMN, kelompok 5 modul nusantara USU melaksanakan modul Kebhinekaan 13, di Hatabosi Tanjung Rompa, Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan pada Sabtu (27/11) dengan Dosen Modul Nusantara Ameilia Zuliyanti Siregar, M. Sc., Ph.D dan Liaison Officer (LO), Tietin Indriyanti.

Pada sesi ini mahasiswa kelompok 5 PMN USU 2022 melakukan kunjungan, berinteraksi dan berdiskusi bersama Bupati Tapanuli selatan, Dolly Putra Parlindungan Pasaribu, Kadis Pendidikan Tapanuli Selatan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Tapanuli Selatan. Pelayanan dan penginapan yang menawan di Guest House Kebun Raya Tapsel, di Balairung Salacca dan Menara Pandang Kebun Raya Sipirok.

Pertemuan mahasiswa dari 30 perguruan tinggi di seluruh Indonesia dengan Bupati Tapanuli Selatan bertujuan untuk menerima bimbingan dan kuliah umum. Banyak hal yang disampaikan Dolly, mulai dari Program Pembangunan Tapsel Sehat, Cerdas, dan Sejahtera, hingga sampai kepada Kearifan Lokal, Objek-objek Wisata, Kekayaan Alam (Hewan dan Tumbuhan), serta pengembangan UMKM/Industri Kreatif.

Semua mahasiswa tertegun mendengarkan penjelasan kuliah umum yang disampaikan Bupati Tapanuli Selatan, dan para mahasiswa terlihat antusias mencatat dan mengutip pelajaran serta ilmu pengetahuan dari pemaparan yang disampaikan.

Lebih lanjut Bupati Tapanuli Selatan juga menerangkan ada satu kearifan lokal pada tahun 2020 menerima Penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) yakni Komunitas Hatabosi.

Penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) merupakan kerja sama dan kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan beberapa LSM/NGO seperti FORINA (Forum Orangutan Indonesia), JAMM, dan SHI (Sarekat Hijau Indonesia) Sumatera Utara, lalu yang menjadi pengusul pada saat itu adalah FORINA (Forum Orangutan Indonesia).

“Komunitas Hatabosi sendiri merupakan singkatan dari nama Desa Haunatas, Desa Tanjung Rompa, Desa Bonan, dan Desa Siranap. Hatabosi tak lepas dari sejarah lahirnya Kampung Simaretong (Desa Haunatas). Komunitas Hatabosi ini sejak ratusan tahun sampai sekarang telah melakukan perlindungan kawasan hutan, yakni Cagar Alam Sibual-buali dan sumber air untuk kebutuhan masyarakat Desa Haunatas, Desa Tanjung Rompa, Desa Bonan, dan Desa Siranap,” jelasnya.

“Komunitas Hatabosi memiliki sistem manjago bondar atau mantari bondar yang menjaga hutan dan tali air secara turun temurun. Pengukuhan tradisi ini dengan adat-istiadat juga dilakukan dengan nasihat yang diwariskan dari generasi ke generasi “Sian harangan ni do mual ni aek ta, sian aeki do mual ni halonguan ta” (berasal dari hutan itulah sumber air kita dan berasal dari air itulah sumber kehidupan kita),” sambungnya.

Bupati Tapanuli Selatan yang juga merupakan alumni USU. Sebagai senior mengajak para mahasiswa yang saat ini sebagai junior agar mengunjungi beberapa desa dan berintraksi dengan masyarakat Tapanuli Selatan untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan. Dolly juga menyarankan agar para mahasiswa juga mengunjungi beberapa objek-objek wisata yang menjadi kekayaan asri yang dimiliki Kabupaten Tapanuli Selatan.

“Abang mengajak kalian semua agar mengunjungi beberapa desa dan berintraksi dengan masyarakat Tapanuli Selatan untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan. Dan kalian juga dapat mengunjungi beberapa objek-objek wisata yang menjadi kekayaan asri yang dimiliki Kabupaten Tapanuli Selatan,” ucapnya.

Setelah bertemu Bupati Tapanuli Selatan, mahasiswa dari 30 perguruan tinggi di seluruh Indonesia beranjak untuk mengunjungi Komunitas Hatabosi yakni Desa Haunatas, Desa Tanjung Rompa, Desa Bonan, dan Desa Siranap.

Sesampai di Desa Tanjung Dolok, para mahasiswa dan dosen pendamping disambut oleh Kepala Desa Tanjung Dolok, masyarakat, dan beberapa panjago bondar. Para Mahasiswa dan Dosen Pendamping berintraksi, berdiskusi dan melakukan kunjungan ke aliran air yang mengairi sawah masyarakat, dan juga sebagai pemenuhan menjadi kebutuhan masyarakat yang dijaga secara turun-temurun oleh Komunitas Hatabosi sampai sekarang. Banyak para mahasiswa bertanya kepada salah satu panjago bondar Hasidan Pasaribu tentang sistem jago bondar.

“Tradisi upaya perlindungan sumber daya alam, baik hutan dan jaringan irigasinya di Komunitas Hatabosi juga diinternalisasikan dalam sistem adat-istiadat yang ditegakkan bersama. Tali air yang tidak boleh dikotori, tidak boleh mencuri air, dan keharusan menjaga hutan, lalu yang melanggarnya akan diberikan denda,” terang Hasidan Pasaribu.

Salah satu kader konservasi Adanan Pasaribu juga turut menjelaskan, "Menjalankan upaya perlindungan sumber daya alam, baik hutan dan jaringan irigasinya, Komunitas Hatabosi memiliki sistem jago bondar yang berfungsi melakukan patroli dan pengamanan kawasan hutan ini, sembari mengontrol kondisi jaringan irigasi yang ada. Jago bondar yang dipimpin oleh seorang mantari bondar ini melakukan patrol dan pengamanan secara rutin setiap dua minggu sekali. Mereka juga menerima pengaduan masyarakat mengenai terjadinya gangguan atau konflik pemanfaatan air."

Dalam kunjungan para mahasiwa ke Komunitas Hatabosi yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan, turut juga ikut mendamping Ketua DPW SHI SUMUT, Hendra Hasibuan yang juga Kader Konservasi Alam. Saat berdiskusi Hendra Hasibuan juga memberikan penerangan sedikit kepada para mahasiswa bahwa upaya menjaga kawasan hutan dan sumber air yang dilakukan oleh Komunitas Hatabosi juga telah melahirkan nilai-nilai kerukunan dalam bermasyarakat dan beragama.

“Adik-adik sekalian, masyarakat Komunitas Hatabosi telah memberikan kita banyak pelajaran dalam menjaga kelestarian kawasan hutan dan sumber air, salah satunya adalah sebuah nilai-nilai kerukunan dalam bermasyarakat dan beragama, dimana semua masyarakat yang ada di Komunitas Hatabosi yakni Desa Haunatas, Desa Tanjung Rompa, Desa Bonan, dan Desa Siranap, saling menghargai satu sama lain, dan juga saling membangun kekompakan dan kebersamaan dalam kebiasaan adat istiadat yang ada di desa,” terang Hendra Hasibuan yang juga salah satu Pengurus Jaringan Advokasi Masyarakat Marjinal (JAMM).

Ameilia Zuliyanti Siregar, yang juga Dosen di Fakultas Pertanian USU, mendampingi para mahasiswa turut menambahkan, “Saya sangat mengapresiasi sambutan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Masyarakat Komunitas Hatabosi. Saya sebagai Dosen Pendamping para mahasiswa yang juga merupakan Dosen di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, melihat tanah pertanian di Kabupaten Tapanuli Selatan sangat subur, dan saya bersedia membagi ilmu pertanian saya kepada masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan jika dibutuhkan masyarakat nantinya. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih banyak atas semua sambutan yang diberikan kepada kami."

Rektor USU, Muryanto Amin menyatakan, "Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) merupakan salah satu program baru dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dengan mengikuti program ini, mahasiswa bisa mengikuti perkuliahan di luar program studi dan perguruan tinggi asal selama satu semester."

Sudah berlangsung sejak tahun lalu, program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) kini memasuki tahun kedua. Dengan beberapa pembaharuan, program dengan slogan “Bertukar Sementara, Bermakna Selamanya” ini fokus untuk melakukan meningkatkan kualitas dari tahun lalu. Tahun 2022, Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) angkatan II fokus dengan peningkatan kualitas tata kelola yang diharapkan bisa mendorong penguatan dampak positif bagi semua (mahasiswa maupun perguruan tinggi).

Kemudian, diketahui kawasan yang mereka lindungi adalah habitat orangutan tapanuli yang populasinya hanya kurang dari 800 individu. Pengakuan Kalpataru dari Pemerintah Pusat akan memperkuat motivasi masyarakat dalam mempertahankan tradisi, yang berarti mempertahankan kelestarian hutan adat serta Cagar Alam Dolok Sibual-buali. Harapannya model pengelolaan dalam tradisi ini akan sangat baik untuk direplikasi atau diadopsi dalam pengelolaan kawasan konservasi berbasis masyarakat di kawasan lainnya.

Tradisi pengelolaan hutan dan sumber air yang dilakukan masyarakat ini bisa menjadi contoh untuk desa-desa lain yang berada di dalam dan luar kawasan hutan di Kabupaten Tapanuli Selatan, tidak terlepas juga dengan semua pihak, tentu dapat bersosialisasi dan menjadikan ke-arifan lokal ini sebagai rujukan untuk dilakukan di daerah-daerah lain. Kemudian dengan adanya tradisi ini, tentu juga sangat bisa menjadi salah satu instrument dalam Penyelamatan Bumi yang semakin hari, lapisan ozonnya semakin menipis.

(REL/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi