Kelompok Masyarakat Ungkapkan Harapan untuk Kota Medan 2023

Kelompok Masyarakat Ungkapkan Harapan untuk Kota Medan 2023
Kelompok diskusi warga Medan melakukan Review Medan 2022 dan outlook 2023 di Warung Konservasi (Waras), Jalan Melati Raya, Nomor 31 B Sempakata, Medan Selayang (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Kelompok diskusi warga Medan melakukan Review Medan 2022 dan outlook 2023 di Warung Konservasi (Waras), Jalan Melati Raya, Nomor 31 B Sempakata, Medan Selayang, Jumat (30/12).

Kegiatan ini merupakan inisiasi warga untuk mengembalikan kewarasan Kota Medan menjadi harapan masyarakat tahun 2023 mendatang.

Harapan itu muncul ketika diskusi mengarah pada pembangunan yang lebih berwawasan kerakyatan, dan diduga belum terencana dengan baik di Medan sepanjang tahun 2022. Sehingga ada kesan pembangunan bukan saja membawa berkah, tapi juga berdampak buruk kepada masyarakat sekitar pelaksanaan pembangunan.

Menurut Rulianto, masyarakat kawasan Medan Marelan, sejak jalan di kawasan sekitar rumahnya ditinggikan dengan beton, malah banjir yang semakin masif dirasakannya.

"Jalannya memang menjadi tidak banjir, tapi halaman dan rumah kami malah makin sering didatangi air," ungkapnya.

Tak hanya Rulianto, Zahrin Pilang yang merupakan mantan anggota DPRD Sumut mengungkapkan, proyek dimaksud belum menjalani perencanaan yang melibatkan masyarakat, sehingga orientasinya hanya keberhasilan proyek semata.

"Masih sangat jarang pembangunan direncanakan melibatkan masyarakat kota, sehingga pembangunannya berdampak maksimal untuk kemakmuran dan kemaslahatan masyarakat," tuturnya.

Di dalam diskusi yang sangat apik, Ketua Koalisi Masyarakat Sipil, Miduk Hutabarat ikut berkomentar. "Masyarakat sangat terbuka untuk diajak duduk bersama membicarakan perencanaan yang terbaik dan semaksimal mungkin untuk rakyat. Bukan yang ujug-ujug muncul dan belum tentu manfaat sesungguhnya menguntungkan masyarakat yang mana?" katanya.

Menurut Elfenda Ananda, dalam hal anggaran seharusnya dipertimbangkan kemanfaatan sebuah proyek setelah diserahterimakan kepada pengelola kota oleh pelaksananya.

"Bukan karena anggaran dan takut ada sisa anggaran yang tidak terserap, maka proyek dilaksanakan tanpa dikaji," tegasnya.

"Seharusnya Kota Medan ini dapat mengkaji ulang tentang hutan kota dan ada nilai PAD dari pohon-pohon yang ada di kota Medan. Jika dikaji secara bijak, ada nilai langsung dan nilai tak langsung dari pengelolaan dan pemanfaatan penghijauan pohon-pohon yang ada di Kota Medan. Dan ini selalu diabaikan oleh pemerintahan kota Medan," ungkap Ketua Ikatan Alumni Kehutanan (IKAHUT) USU, Yudha Lesmana Pohan.

Dadang Pasaribu, aktivis sosial politik merasakan kalau perlu ada kehati-hatian dan komunikasi yang lebih baik, pada setiap pemangku kepentingan maupun pemangku kebijakan oleh pengelola kota saat merencanakan sebuah proyek.

Jika selama ini dianggap belum harmonis, mungkin itu dampak dari berbagai tekanan yang terjadi selama ini. Semisal pandemi yang belum juga selesai.

"Begitu pun saat komunikasi bagus, tentunya proyek yang direncanakan, dibangun akan bermanfaat dan tidak memberi dampak negatif bagi rakyat, apalagi menimbulkan konflik yang melibatkan pengelola kota," jelasnya.

Pada akhir diskusi, hampir sama dengan Tengku Julian warga kota yang ikut dalam diskusi itu berharap di tahun depan dimana euforia politik akan semakin semarak, perlu ada kewarasan mutlak dan kebijakan yang bijak saat mengimplementasikan sebuah proyek.

"Kajiannya harus lengkap sejak dari kajian kelayakan, kajian anggaran sampai kajian keselamatan sejak awal sampai akhir proyek. Jangan malah saat pelaksanaan proyek, malah seakan menjebak rakyat ke jeratan maut. Lihat saja waktu Jalan Karya Jaya ditinggikan. Waktu itu betapa tinggi ancaman keselamatan masyarakat sekitar yang terpaksa melintasi kawasan pelaksanaan proyek," tuturnya.

Tanpa menyimpulkan diskusi, segenap peserta menaruh harapan kalau akan terjadi perubahan pandangan tentang proyek oleh pengelola kota secara keseluruhan, karena mereka hadir untuk mempermudah dan membantu rakyat. Mereka mengatakan untuk itu perlu "kewarasan" (kesehatan kebijakan) yang lebih manusiawi, bukan hanya semangat semata, apalagi pencitraan.

Hal ini dikhawatirkan mengingat tahun depan, yang tinggal hitungan jam ini iklim politik akan menggerogoti kebijakan pengelola kota menjadi tidak sehat atau tidak waras secara rencana, teknis maupun anggaran.

(REL/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi