Ketua LPPM Rekomendasikan Dibentuknya Satgas TPPKS di UINSU

Ketua LPPM Rekomendasikan Dibentuknya Satgas TPPKS di UINSU
Ketua LPPM UINSU Dr. Nispul Khoiri, foto bersama peserta usai membuka Workshop Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (LPPM-UINSU) menggelar Workshop Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi di Kondotel Hotel Medan, Rabu (13/9).

"Kekerasan seksual merupakan isu terbesar yang sampai sekarang menjadikan perempuan sebagai korban. Perguruan Tinggi seharusnya menjadi entitas tempat aman dari berbagai perilaku kekerasan seksual justru tidak kondusif lagi, terutama bagi mahasiswa mengembangkan potensinya," kata Ketua LPPM UINSU Dr. Nispul Khoiri, M.Ag.

Kata dia, bagaikan fenomena gunung es, banyak korban tidak terungkap, sulit dibuktikan. Namun dampaknya sangat besar bagi korban, berimplikasi jangka panjang. Dalam catatan Komnas Perempuan, tahun 2022 kekerasan terhadap perempuan terekam sebanyak 457.895 kasus, dan 35 kasus terjadi di kampus.

Nispul Khoiri juga pernah sebagai Komisioner Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumut, menjelaskan kekerasan seksual dimaksudkan mengutip UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Bab 1 ayat 1) adalah: Setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan dan/atau menyerang tubuh dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.

“Artinya, kekerasan seksual itu kekerasan fisik, kekerasan non fisik, kekerasan verbal dan kekerasan teknologi informasi,” sebutnya.

Biasanya, indikasinya memanfaatkan relasi kuasa dosen sebagai pembimbing skripsi, iming-iming nilai bagus dengan modus mengajak korban ke luar kota, melakukan pelecehan seksual, baik fisik maupun non fisik di saat bimbingan skripsi di dalam maupun di luar kampus.

Perempuan menjadi korban dikarenakan cara pandang melihat perempuan ada obyektifitas tubuh perempuan, wanita juga dianggap kaum yang lemah, karena kondisi inilah kekerasan seksual itu terjadi. Terkadang pula dengan konstruksi sosial dalam masyarakat yang menjalankan budaya patriarki, sehingga perempuan sering ditempatkan pada posisi subordinat yang termarginalkan.

Ketua LPPM UINSU Dr. Nispul Khoiri, foto bersama peserta usai membuka Workshop Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi
Akibat dari itu korban mengalami trauma psikis, berefek pula kepada kehidupan korban, termasuk proses pembelajarannya di kampus. Bahkan beberapa korban secara tragis mengakhiri hidupnya karena trauma berkepanjangan.

Nispul Khoiri yang juga dosen Pascasarjana UINSU, menegaskan, negara telah hadir dalam perlindungan kekerasan kejahatan seksual melalui regulasi berbagai peraturan. Kemendikbudristek telah mengeluarkan Permendikbudristek No 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

Kehadiran Permendikbud ini sangat didukung sekali oleh UINSU, serta disosialisasikan, khususnya di lingkungan kampus UINSU. Kegiatan workshop ini bagian dari respons tinggi UINSU terhadap pencegahan dan perlindungan.

“UINSU wajib memberikan perlindungan diri pribadi, kehormatan, martabat dan hak atas rasa aman bagi sivitas akademika dari ancaman dan praktek kekerasan seksual,” tegasnya.

Fitri Hayati selaku Kapus PSGA LPPM UINSU, sekaligus Ketua Panitia menjelaskan, menghadirkan Narasumber Dr. Witri Mutia (UIN Sunan Ampel) dan Dr. Mutia Nauli, M. P.Si (USU) melalui workshop ini akan menggodok langkah-langkah pencegahan dan penanganan.

Langkah pencegahan seperti: Konsep pembelajaran, penguatan tata kelola, serta penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan. Begitu pula langkah penanganan dirumuskan seperti Pendampingan terhadap korban, pemulihan korban secara fisik-psikis dan pengenaan sanksi adminitratif kepada pelaku.

Hasil workshop ini merekomendasikan kepada Rektor UINSU agar dibentuk secepatnya Satuan Tugas Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, karena ini amanat Permendikbud.

(KAH/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi