Ketua Kadin Sumut Firsal Dida Mutyara (Analisa/istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Ketua Kadin Sumut Firsal Ferial Mutyara mengatakan menghadapi tahun 2025, kalangan dunia usaha berharap pembangunan infrastruktur terus dilanjutkan untuk mempermudah lalu lintas barang, jasa dan orang.
Hal itu disampaikan Firsal Ferial Mutyara, kemarin di kantornya, Jumat (17/1/2025) didampingi Syamsuddin Waruwu, WKU Bidang Pekerjaan Umum dan Infrastruktur dan PUPR serta Isfan F Fachruddin, WKU Koordinator Bidang Peningkatan Kualitas Manusia, Ristek dan Inovasi Kadin Sumut.
Menurut Firsal, ekonomi harus terus bertumbuh tahun ini. Itu sebabnya infrastruktur menjadi salah satu kunci utama, kata dia. Di kesempatan ini Syamsuddin Waruwu mengambahkan harapan dari Kadin Sumut terutama para pengusaha terkhusus kepada gubernur terpilih agar program Presiden Prabowo Subianto bisa dijalankan, karena didalamnya termasuk infrastruktur.
Syamsuddin Waruwu menegaskan ada empat yang menjadi program prioritas Presiden Prabowo yaitu lumbung pangan, perumahan, infrastruktur dan pendidikan. “Artinya program ini juga harus dijalankan di Sumut. Bagaimana caranya agar Gubsu terpilih mempercepat pembangunan mendorong peningkatan infrastruktur, pertanian (lumbung padi), pendidikan dan perumahan,” jelasnya.
“Begini, kalau tidak ada jalan, kita tak bisa bangun rumah, kalau tak ada jalan kita tak bisa buat lumbung pangan, kalau tak ada infrastruktur akan sulit kita meningkatkan kualitas pendidikan,” kata dia.
Hal itu dikuatkan Ketua Kadin Sumut Firsal Dida Mutyara, bahwa permasalahan saat ini ada beberapa proyek yang distop sementara. “Padahal itu positif untuk ekonomi. Pembangunan jalan tol misalnya cukup bermanfaat untuk lalu lintas barang dan jasa,” katanya.
Menurutnya, percepatan ekonomi termasuklah salah satunya dengan hilirisasi. “Dimana mau kita buat hilirisasi? Sei Mangkei? Kuala Tanjung? Itu infrasttukturnya terbatas. Kalau pembangunan jalan tol distop arus barang bisa macet,” kata dia.
Misalnya, jika bahan baku didatangkan dari Rantai Prapat maka maksimalnya hanya akan sampai di Sei Mangkei dan Kuala Tanjung. Begitu juga misalnya bahan baku yang didatangkan dari Aceh seperti CPO untuk oleochemical akan sulit dibawa ke Sei Mangkei. “Jadi melihat problem ini, pembangunan infrastruktur seperti jalan tol tidak boleh dihentikan,” tuturnya.
Bahkan bahan baku dari Madina pun akan lebih cepat dibawa ke Teluk Bayur, Pantai Barat jika tak ada akses jalan tol, lanjut Firsal Dida Mutyara. “Jadi infrastruktur harus didorong pembangunannya karena mengakselarasi pertumbuhan,” kata dia.
“Dan untuk meningkatkan ekonomi harus hilirisasi serta ada kawasan terintegrasi. Katakanlah kalau Sei Mangkei itu 2.000 hektar, masalahnya transportasi mahal ke Kuala Tanjung musti double handling cost. Barang yang mau dibawa masuk dulu ke kereta api sekali, baru dari kereta api ke Kuala Tanjung pindah lagi ke kapal. Jadi repot,” jelas Firsal.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur jangan mundur. Untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan tol harus melibatkan swasta. Pemerintah provinsi Sumut pun harus bergerak, jelasnya. “Peran swasta harus didorong. Coba lihat tol di Jawa sana, yang mana punya pemerintah dan mana punya swasta. Lebih banyak swasta,” ungkapnya.
Dia berharap ada kebebasan provinsi untuk pembangunan infrastruktur termasuk jalan tol. “Tentu perlu jaminan pembiayaan dan saya kira teknisnya bisa disepakati. Karena kalau kita bandingkan 1990 ke sekarang, kita seperti masuk ke de-industrialisasi,” ucapnya.
“Jadi pemerintah daerahnya harus belajar bagaimana agar pembangunan infrastruktur benar-benar bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi,” kata dia. Hal itu kemudian ditambahkan Syamsuddin Waruwu terkait keseriusan membangun infrastruktur.
“Kalau kita lihat Sumut ini masih ada yang terbengkalai pembangunan infrastruktur. Termasuk misalnya jalan alternatif ke Brastagi yang 16 km lagi. Kemudian ada pembangunan jalan di Ulu Pungkut akses Madina ke Sumatera Barat yang dananya terbengkalai Rp300 miliar. Tapi ketua Kadin kita sudah inisiatif membantu mencari solusi,” katanya.
Dia juga mendesak agar jangan ada pembangunan infrastruktur yang sia-sia. Syamsuddin Waruwu sempat membahas terkait proyek pembangunan bendungan Lau Simeme yang berlokasi di Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
Proyek ini, kata Syamsuddin Waruwu, sudah diresmikan Presiden RI Joko Widodo yang dihadiri Menteri Perhubungan waktu itu Budi Karya Sumadi, Pj. Gubernur Sumatera Utara Agus Fatoni, Pj Bupati Deli Serdang Wiriya Alrahman, Dirjen SDA Kementerian PUPR Bob Arthur Lombogya, dan Direktur Operasi Bidang Infrastruktur PTPP Yul Ari Pramuraharjo.
Proyek Bendungan Lau Simeme adalah salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berada di provinsi Sumatera Utara. Bendungan ini memiliki luas 125 hektare dengan volume tampung 21 juta meter kubik. Anggaran yang dihabiskan sebesar Rp 1,76 triliun.
Fungsi dari bendungan antara lain sebagai penyediaan air baku 2,85 m3/dt (Kota Medan 1,307 m3/dt dan Deli Serdang 1,543 m3/dt), dapat mereduksi banjir di kota Medan dan sekitarnya sebesar 289 m3/detik (dengan early rlease gate), serta sebagai sumber penyediaan energi listrik sebesar 1 MW.
Problemnya sekarang bendungan yang dibangun itu tak sesuai fungsi, kata WKU Kadin Sumut tersebut. Harusnya Lau Simeme itu mengalirkan air ke sawah masyarakat. Menjadi turbin air serta tanggul untuk penanganan banjir. “Tapi semua itu tak sesuai harapan. Bahkan lahan pertanian di Deliserdang juga kekeringan, belum lagi banjir juga masih terjadi sampai ke Medan. Untuk apa dibangun kalau tidak difikirkan kelanjutannya,” katanya.
“Maksud saya proyek ini harus ditelisik lagi. Manfaatnya apa, jangan jadi mubazir. Sementara proyek lain yang dibutuhkan pengusaha pun harus didorong pembangunannya. Kalau terkendala soal pembiayaan saya kira ada solusinya seperti yang sudah dibicarakan Kadin Sumut dalam pembangunan jalan di Ulu Pungkut,” katanya.
(NS/BR)