AS Masuk Jurang Resesi, Banyak Negara Lain Akan Terseret

AS Masuk Jurang Resesi, Banyak Negara Lain Akan Terseret
Ilustrasi (South China Morning Post)

Analisadaily.com, Medan - Secara mengejutkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) terkontraksi di kuartal kedua. Angkanya tidak tanggung-tanggung, Produk Domestik Bruto (PDB) AS di kuartal kedua 2020 minus 32.9 persen.

Meskipun realisasi angkanya masih lebih baik ketimbang perkiraan banyak analis sebelumnya sebesar minus 34 persen-an, sementara di kuartal pertama AS PDB nya minus 5 persen, realisasi PDB kuartal kedua ini menjadi yang terburuk sejak perang dunia kedua.

Lantas mengapa harus khawatir dengan resesi di AS tersebut?

Pengamat Ekonomi Sumatera Utara (Sumut), Gunawan Benjamin menjelaskan, bagi pasar keuangan dalam jangka pendek dampaknya akan sangat luar biasa. Meskipun bisa saja pada dasarnya pelaku pasar sudah melihat kemungkinan buruk ini, dan pasar sudah mengompensasi kemungkinan penurunan tersebut.

“Sehingga harga instrumen keuangan semuanya sudah terdiskon sebelumnya atau priced in,” kata Gunawan, Jumat (31/7).

Jadi, lanjutnya, ada masalah yang tak kalah besar adalah AS masih menjadi motor penggerak ekonomi global, didampingi China. Tentunya saat kondisi ekonomi AS mengalami resesi, AS akan “mengajak” banyak negara lain masuk jurang resesi yang sama.

“Dan faktanya memang banyak negara sudah masuk dalam jurang resesi, meskipun China mampu selamat dari jurang resesi,” ucapnya.

Diterangkan Gunawan, resesi di AS ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Akan menjadi fokus negara lain yang menjadi mitra bisnisnya. Terlebih negara yang bergantung sangat besar perdagangannya dengan AS.

“Indonesia juga harus bekerja lebih keras lagi agar dampak resesi yang ditimbulkan AS bisa di minimalisir,” terangnya.

Selanjutnya resesi AS bisa juga berdampak tidak langsung menyeret negara lain. Indonesia yang banyak bergantung dengan ekspor komoditas harus mewaspadai kemungkinan tersebut. Sekalipun AS bukanlah negara tujuan utama ekspor Indonesia.

“Namun dampak resesi AS bisa menyeret pelemahan harga komoditas dunia pada umumnya,” ujarnya.

Disebutkan Gunawan, untuk saat ini negara yang banyak melakukan tranksaksi bisnis dengan China, besar kemungkinan akan lebih mampu bertahan di tengah tekanan ekonomi selama pandemi. Karena China mampu keluar dari resesi.

“Dampak dari kemampuan China tersebut yang membuat harga CPO meroket ke RM 2.600 ringgit per ton, setelah China mengumumkan keluar dari ancaman resesi,” sebutnya.

Menurut Gunawan, AS akan semakin lama membutuhkan waktu untuk menyelesaikan masalah resesinya. Karena kontraksinya signifikan, dan tentunya banyak negara lainnya juga membutuhkan waktu yang lebih lama lagi dalam menyelamatkan ekonominya.

“Jadi kesimpulannya ekonomi global masih akan mengalami resesi dan butuh waktu lama untuk pemulihan,” tandasnya.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi