Sigapiton, Desa Wisata Baru yang Dirancang saat Pandemi

Sigapiton, Desa Wisata Baru yang Dirancang saat Pandemi
Sudut Desa. (Analisadaily/Qodrat Al-qadri)

Analisadaily.com, Sigapiton - Mendengar kata "Sigapiton" bagi kita awam mungkin sedikit aneh. Diksi yang masih asing ini bisa saja menyasarkan pikiran kita ke banyak hal aneh. Namun bagi mereka yang mengikuti perkembangan pariwisata di Indonesia, tentulah bisa sedikit nyambung dengan nama ini.


Sigapiton adalah nama salah satu desa yang terletak di Kabupaten Toba, Provinsi Sumatera Utara. Beberapa waktu lalu, kira-kira awal Bulan Maret 2020, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama bersama Menko Maritim dan Investasi Luhur Binsar Panjaitan resmi mengatakan bahwa desa ini masuk dalam daftar empat desa Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba.

"Di kawasan ini nantinya akan dibangun Toba Caldera Resort, "tulisnya sebagaimana dikutip dari akun Instagram @wishnutama.

Desa Sigapiton, secara geografis dikelilingi beberapa kawasan seperti Sirungkungon, Sibisa, Motung, dan menghadap persis kearah Pulau Samosir, tentunya terletak 1000 meter diatas permukaan laut, yang membuat desa ini juga sejuk. Singkatnya jika kita menempuh jalur transportasi danau dari parapat, hanya berjarak sekitar 60 menit perjalanan menuju ke Timur Samosir. Dan bisa juga ditempuh selama dua jam perjalanan darat melalui jalur Parapat-Sibisa.

Sekitar pertengahan Oktober 2020 saya pun berkesempatan mengunjungi desa yang menghebohkan, dan memberikan angin segar bagi para pelaku wisata Danau Toba ini. Dengan menumpang kapal penyebrangan di kawasan Parapat, Sekitar pukul 09.00 pagi, saya dan beberapa teman yang ikut serta dibawa dengan santai membelah dalam nya Danau Toba mengarah ke Pulau Samosir.

Analisadaily/Qodrat Al-qadri
Setelah terlena dibuai semilir angin, dan pemandangan indah dikawasan Danau Toba. Penggalan Reffrain lagu Andmesh Kamaleng berjudul "kumau dia" yang diputar juru kemudi kapal pun mengantarkan kami tiba di perairan Desa Sigapiton.

Papan Penanda Desa berukuran sedang, bertulis "Selamat Datang di Kampung KB Desa Sigapiton" menyambut kami, sejumlah warga yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sigapiton pun langsung "mencegat" kehadiran kami.

Sedikit info tambahan, hari itu saya dan sembilan jurnalis lainnya yang berasal dari media massa yang ada di SUmatera Utara diajak oleh Kemenparekraf, untuk melihat langsung geliat wisata di Danau Toba selama pandemi. Koordinator Pengembangan dan Komunikasi Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE) Kemenparekraf, Budi Supriyanto juga hadir ikut bersama kami dalam rombongan.

Misi penting mereka adalah mensosialisasikan dan menekankan pentingnya penerapan protokol kesehatan berbasis Cleanliness, Health, Safety, and Enviromental sustainability (CHSE) di tujuh destinasi wisata prioritas selama pandemi Covid-19, termasuk Danau Toba.

Setelah diterima warga setempat, berbincang sejenak, dan diajak berkeliling di Desa Sigapiton yang dihuni oleh sekitar 400 jiwa (menurut data DPT Pilpres 2014) kami para rombongan pun sangat sepakat akan keasrian desa kecil ini, selain sejuk, jauh dari hiruk pikuk kota, dan anak-anak desa nya yang ramah membuat para wisatawan asing, maupun domestik nantinya akan betah di lokasi ini.

Dermaga Sigapiton. Analisadaily/Qodrat Al-qadri
Karena itulah modal wisata yang sesungguhnya, "Hospitality". Beberapa ibu-ibu, dan opung yang mengurus anaknya pun tak segan melempar senyum ke arah kami para pendatang. Sungguh pemandangan yang syahdu.

Sekitar 15 menit kami para rombongan bersama untuk briefing singkat, kamipun diijinkan untuk berpencar mencari tahu hal menarik lainnya di desa ini. Dalam sekejap saya pun menemukan spot menarik yakni jejeran rumah adat batak yang sudah dimodernisasi menghiasi pandangan saya. Ditempat ini, lokasinya mengingatkan saya akan posisi rumahnya yang menyerupai areal kompleks Kampung Raja Sidabutar, di Tomok.

Hanya saja yang di Sigapiton sudah sangat modern dan jauh dari tradisional. Puas bercengkrama dengan anak-anak setempat, saya pun memilih masuk lebih dalam ke arah timur desa, disini saya menemukan satu "homestay" berbentuk cangkang telur yang sedang direnovasi.

Oleh Sekretaris Desa, Lae Mula menyebut homestay ini merupakan penginapan percontohan yang nantinya akan diperbanyak oleh warga jika nantinya wisatawan sudah ramai berkunjung ke desa mereka.

Homestay Cangkang Telur. Analisadaily/Qodrat Al-qadri
"Ini kita buat baru satu unit, buat wisatawan dan ada pendingin ruangannya juga buat jaga-jaga, tapi kalau tidak pakai pendingin pun disini sudah sejuk, " Ucap Lae Mula.

Homestay yang bisa dihuni dua orang ini pun dilengkapi dengan pemanas air, dan sarapan pagi jika ada yang menginap. Cukup membayar Rp.250 ribu per malam wisatawan pun bisa bermalam dengan syahdu di desa ini.

Seakan tidak puas memaparkan proyeksi kemajuan desa mereka, para Pokdarwis bersama Sekdes juga memperlihatkan cetak biru pembangunan desa kecil yang mempesona ini, disitu terlihat jelas "permak" yang akan dilakukan Pemerintah Pusat bersama BPODT sangat mencolok, seperti penataan jalan raya, pembangunan menara pandang, penataan dan penambahan dermaga untuk kapal wisatawan, dan pembangunan Toba Caldera Resort.

"Semuanya ini sudah direncanakan matang, kita juga sudah menyambut baik ini semuanya, karena pasti akan mendatangkan kebaikan buat kami masyarakat setempat, tapi karena pandemi semuanya jadi terseok-seok, namun harus optimistis, karena kami sudah memiliki modal Hospitality, dan Ekowisata yang menarik untuk kami kabarkan ke wisatawan, Presiden saja sudah dukung, dan semoga ini bisa terlaksana segera walau ditengah pandemi Covid "Kata Sekdes Sigapiton.

Puas berbincang, dan berfoto, sekitar pukul 11.30 kami pun sepakat untuk pamitan dengan warga, dan bertolak ke desa-desa menarik lainnya di sekitar kaldera toba.

Yaa, kawasan ini sedang dipoles menjadi Desa WIsata baru yang nantinya akan memiliki nilai jual tersendiri bagi masyarakat setempat, juga bagi wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba di saat masa transisi ini, maupun jika nantinya vaksin sudah diujicoba.

Hingga kini, kapal penyebrangan menuju Sigapiton hanya bisa melayani penyebrangan non-reguler, artinya para wisatawan harus menggunakan jasa Pramuwisata di Parapat, dengan membayar Rp.300 ribu/pax (harga pandemi), minimal 10 pax para wisatawan sudah dibawa berkeliling dari Parapat ke Desa Sigapiton-Desa Silimalombu-Melihat dari dekat Air Terjun Situmurun sembari menimati makan siang diatas kapal penyebrangan-dan kembali ke Parapat.

Sangat terjangkau bukan untuk berplesiran ke desa-desa eksotis Kaldera Toba? Paket wisata ini harus kalian coba tentunya, terlebih jika kalian tinggal di wilayah Sumatera Utara.

Penulis:  Qodrat Al-qadri
Editor:  Christison Sondang Pane

Baca Juga

Rekomendasi