TPPU dalam Pidana Asal Narkotika Menurut Perspektif Hukum Islam

TPPU dalam Pidana Asal Narkotika Menurut Perspektif Hukum Islam
Foto bersama usai Sidang promosi doktor Ariman Sitompul di UIN Sumut (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Dalam banyak kasus, seorang yang terjerat dalam tindak pidana narkoba juga kerap terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU). Lantas bagaimana hukum positif dan hukum islam melihatnya?

Dalam banyak kasus, seorang bandar narkoba juga kerap terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU). Bagaimana hukum positif dan hukum islam melihatnya?

Inilah studi kasus yang diangkat dalam disertasi Ariman Sitompul ketika menjalani sidang promosi doktor di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN Sumut), Rabu (5/5).

"Tindak pidana pencucian uang terdapat dalam UU No. 8 tahun 2010. Sedangkan pidana asal yang dimaksud terdapat dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Artinya bahwa dalam hukum positif penggabungan pidana tersebut termasuk ke dalam consursus dengan menggunakan teori aborsie stelsel dipertajam yaitu dalam pelaksanaan hukuman menambah 1/3 kali dari hukuman terberat," kata Ariman Sitompul.

Lalu bagaimana pula hukum Islam melihatnya?

Pengacara Sekaligus Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan Bersatu (Lebahmadu) Sumut ini menyimpulkan bahwa hukum Islam memandang perbuatan gabungan ini termasuk dalam ta’addadul‘uqbah (terbilangnya hukuman).

"Dengan memasukkan teori penyerapan sehingga bila seseorang melakukan gabungan jarimah akan dijatuhi hukuman dimana hukuman tersebut sekaligus menggugurkan hukuman lainnya atau pelaksanaannya akan menyerap hukuman lainnya," jelas Ariman.

Menurutnya pertanggungjawaban pelaku tindak pidana gabungan antara narkotika dan pencucian uang tidak terdapat dalam Al Quran dan Hadits, kecuali pidana tersebut bediri sendiri tanpa dilanjutkan pencucian uang sehingga sanksi hukuman pidana itulah yang dalam hukum Islam disebut ta’zir yaitu dalam wilayah kekuasan penguasa.

"Namun sanksi hukuman yang tepat sebab pidana ini berkaitan dengan harta adalah pidana denda dan penjara," sebutnya.

Dia mencontohkan kasus yang dialami mantan Kasat Narkoba Polres Belawan, Ichwan Lubis.

"Beliau terkena UU No. 8 tahun 2010 yakni dikenai hukuman sebagai pelaku TPPU pasif," ungkap Ariman yang sudah menyandang gelar doktor.

Ariman menjelaskan alasannya mengangkat hal ini dalam disertasinya. Sebab menurutnya kejahatan narkotika merupakan extra ordinary crime yang dapat merusak generasi bangsa. Ditambah lagi TPPU juga merupakan extra ordinary crime sehingga gabungan dua tindak pidana ini menjadi super extra ordinary crime.

"Melihat hal tersebut saya tertarik mengangkat judul tersebut. Karena super extra ordinary crime, maka penanganan kejahatan tersebut harus membuat aturan khusus agar benar-benar memberikan rasa keadilan dengan membuat aturan khusus kepada aparat penegak hukum," ujarnya.

"Apabila mereka terlibat kejahatan tersebut, hukumannya harus lebih berat (berlipat) dari pelaku yang bukan aparat penegak hukum. Hal ini sebagai upaya maupun pijakan hukum untuk menciptakan profesional dan integritas penegakan hukum," tandas Dr. Ariman Sitompul, SH, MH, CPLC, CPCLE, ACIArb.

Dalam sidang promosi doktor Ariman Sitompul, bertindak sebagai penguji internal Prof. Dr. Pagar M.Ag, Dr. Muhammad Syahnan MA, Prof. Dr. Nawir Yuslem MA dan Dr. Zulkarnain MA. Sedangkan penguji eksternal Prof. Dr. Suhaidi SH, M.Hum.

(EAL)

Baca Juga

Rekomendasi