UNHCR Khawatir Risiko Pelanggaran HAM di Afganistan

UNHCR Khawatir Risiko Pelanggaran HAM di Afganistan
Warga yang dievakuasi dari Kabul, Afghanistan berjalan menuju tenda untuk menjalani tes penyakit virus Corona setelah tiba di Doberlug-Kirchhain, Jerman, 20 Agustus 2021. (Reuters/Matthias Rietschel)

Analisadaily.com, Jenewa - Komisioner Tertinggi PBB untuk urusan pengungsi United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) menyatakan, sebagian besar warga Afghanistan tidak dapat meninggalkan tanah airnya, dan mereka yang mungkin dalam bahaya tidak memiliki jalan keluar yang jelas.

Juru bicara organisaai itu Shabia Mantoo, mengulangi seruannya kepada negara-negara tetangga untuk menjaga perbatasan mereka tetap terbuka untuk memungkinkan orang mencari suaka sehubungan dengan apa yang disebutnya krisis yang berkembang.

"UNHCR tetap prihatin tentang risiko pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil dalam konteks yang berkembang ini, termasuk perempuan dan anak perempuan," kata Mantoo dalam jumpa pers di Jenewa dilansir dari Reuters, Jumat (20/8).

Di samping itu, pejabat NATO mengatakan, lebih dari 18.000 orang telah diterbangkan keluar dari Kabul sejak Taliban mengambil alih ibu kota Afghanistan.

Mereka berjanji untuk melipatgandakan upaya evakuasi ketika kritik terhadap penanganan krisis oleh Barat meningkat.

"Ribuan orang, yang putus asa untuk melarikan diri dari negara itu, masih memadati bandara," kata pejabat yang menolak disebutkan namanya itu kepada Reuters.

Meskipun Taliban telah mendesak orang-orang yang tidak memiliki dokumen perjalanan resmi untuk pulang.

Kecepatan Taliban menaklukkan Afghanistan saat AS dan pasukan asing lainnya menyelesaikan penarikan mereka bahkan mengejutkan para pemimpin mereka sendiri dan telah membuat kekosongan kekuasaan di banyak tempat.

Taliban mendesak persatuan menjelang salat Jumat, yang pertama sejak mereka merebut kekuasaan, menyerukan para imam untuk membujuk orang agar tidak meninggalkan Afghanistan di tengah kekacauan di bandara, protes dan laporan kekerasan.

Seorang saksi mengatakan kepada Reuters beberapa orang tewas di kota timur Asadabad pada hari Kamis ketika gerilyawan Taliban menembaki kerumunan yang menunjukkan kesetiaan mereka kepada republik Afghanistan yang ditaklukkan, ketika Taliban mulai mendirikan emirat, yang diatur oleh hukum Islam yang ketat.

Ada pembangkangan serupa di dua kota lain, Jalalabad dan Khost, di timur, saat warga Afghanistan menggunakan perayaan kemerdekaan negara itu tahun 1919 dari kendali Inggris untuk melampiaskan kemarahan mereka dengan pengambilalihan Taliban

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi