SKPI: Politik Itu Kreatif, Seni Mengelola Kemungkinan

SKPI: Politik Itu Kreatif, Seni Mengelola Kemungkinan
Seri webinar yang digelar Sekolah Kebangsaan Pemuda Indonesia (SKPI) (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Situasi perpolitikan tanahair dinilai tidak menarik. Bahkan cenderung mengarah ke monolitik (kekuatan tunggal dan sangat kuat).

Hal itu tertuang dalam seri webinar yang digelar Sekolah Kebangsaan Pemuda Indonesia (SKPI). Mengambil tema 'Politik itu Kreatif', diskusi digelar via zoom meeting.

Diskusi menghadirkan narasumber di antaranya Anggota DPR RI Fraksi NasDem Willy Aditya, Virtuous Setyaka Dosen Fisip Univeritas Andalas (Unand), Alween Ong alumni Ilmu Politik Fisip USU, Teddy Supardi Senior Lead Consultant serta sambutan dari Founder SKPI Faisal A Mahrawa.

Dosen Unand yang juga pegiat koperasi Virtuous Setyaka mengutarakan, politik adalah hal yang melekat pada kehidupan sehari-hari manusia.

"Maka mengelola politik ini memang harus kreatif, yang bisa saja dimulai dari hal yang kita kelola sehari-hari. Termasuk melalui gerakan koperasi," kata Virtuous dalam webinar yang dimoderatori M Iqbal Co-Founder SKPI tersebut, ditulis Kamis (9/9).

Menurutnya, nilai dan konsep sejati dalam koperasi mulai kehilangan arah. Malah koperasi yang ada kebanyakan sekarang ini berubah menjadi korporasi yang mengandalkan modal ketimbang gerakan kemanusiaan.

Virtuous menawarkan hal baru pada perpolitikan tanah air melalui gerakan koperasi. Konkritnya, aktivis ini mengajak pegiat koperasi mendirikan Partai Koperasi sebagai perwujudan gerakan sosial ekonomi.

"Partai ini tak harus sifatnya elektoral. Tidak mesti ikut pemilihan. Tapi lebih kepada gerakan kemanusiaan hingga ke tingkat anak ranting," kata Virtuous.

Sementara itu Anggota Fraksi NasDem DPR RI Willy Aditya menilai situasi politik tanah air tidak menarik. Bahkan cenderung monolitik.

"Politik menjadi tidak asik. Makanya kita perlu orang-orang kreatif. Apa yang ditawarkan Bung Virtuous menjadi salahsatu kreativitas dalam berpolitik," ujar Anggota Komisi XI DPR RI tersebut.

Namun begitu, Willy menggarisbawahi bahwa politik merupakan seni mengelola kemungkinan.

"Dulu Jokowi itu kawan saya yang tukang kayu. Siapa sangka kini jadi Presiden Republik Indonesia. Sama sulitnya kita membayangkan bahwa Indonesia merdeka dan menjadi sebuah bangsa dalam bingkai kebhinekaan," urai Willy.

Untuk itu, kepada para peserta webinar yang didominasi mahasiswa Ilmu Politik USU ini, Willy berpesan bahwa mengelola politik memang harus kreatif. Politik kreatif itu berawal dari imajinasi, yang menghasilkan aktivitas dan kreativitas.

Di sisi lain, sambung Willy, politik merupakan hak setiap warga. Di era disrupsi, politik kini dalam genggaman.

"Siapa saja berhak berpolitik. Dipilih dan memilih. Kalau saya maunya tidak ada syarat pendidikan bagi caleg atau kepala daerah. Tamat SD pun punya hak politik untuk dipilih dan memilih," ujar Willy.

Sementara itu, narasumbeainnya Teddy Supardi lebih menekankan pada kolaborasi antarlini dalam mengelola politik.

"Lakukan gerakan-gerakan yang bermanfaat untuk sosial dan kemasyarakatan. Kuncinya kolaborasi," kata Teddy.

Sedangkan Alween Ong, narasumber lainnya memaparkan detil langkah-langkah ketika terjun ke dunia politik.

"Tapi kita harus fokus, apakah ingin jadi subjek atau objek. Kalau objek, maka harus menangkap peluang yang ada," kata Alween.

Sebelumnya Founder SKPI Faisal A Mahrawa mengatakan tema webinar sengaja diangkat guna mengapresiasi semangat anak muda khususnya mahasiswa yang terjun dalam dunia politik.

"Jangan sampai semangat mahasiswa ini kuntur akibat pandemi yang mengharuskan kita belajar secara daring. Makanya kita angkat tema ini dengan menghadirkan narasumber yang kompeten agar kota semua bisa memetik pengalaman dari para narasumber," tandas Faisal.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi