Pemerintah Didesak Segera Beralih ke Energi Bersih dan Terbarukan

Pemerintah Didesak Segera Beralih ke Energi Bersih dan Terbarukan
Puluhan aktivis dan mahasiswa berkumpul di titik nol Kota Medan dan melaksanakan aksi damai Global Climate Strike, Jumat (23/9). (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Direktur Eksekutif Yayasan Srikandi Lestari, Mimi Surbakti, menyerukan Indonesia berperan penting dalam mengatasi situasi krisis energi global terutama pada Presidency G20. Indonesia harus menegaskan dan menyepakati percepatan transisi dari energi fosil ke energi bersih, terbarukan dan manajemen transisi.

"Demokratisasi energi diharapkan bisa dibicarakan pada G20, sehingga energi dapat terjangkau, berkeadilan kepada masyarakat dan menjadi sektor yang baik dalam menjaga alam melalui pengelolaan yang berkelanjutan," kata Mimi saat unjuk rasa mengangkat tema 'Elit Makin Kuat, Rakyat Sekarat' di titik nol Kota Medan, Jumat (23/9).

Elit Makin Kuat, Rakyat Sekarat merupakan tema Aksi Global Climate Strike, aksi ini menyoroti Pertemuan G20 di bawah Presidensi Indonesia telah dimulai pada 1 Desember 2021 dan akan berpuncak pada KTT Bali pada tanggal 15-16 November 2022. Isu prioritas pada G20 adalah global health architecture, digital transformation, sustainable energy transition.

Ketiga isu ini dibahas di dalam working group, dua diantaranya adalah working group energy transition dan environment and climate sustainability. Kedua working grup ini mengarah kepada tujuan bersama, yakni untuk mencapai Kesepakatan Paris yaitu membatasi kenaikan suhu global sampai di angka 1,5º Celsius tingkat pra industri.

Pertemuan tingkat menteri G20 tidak mampu untuk mempercepat transisi energi fosil ke terbarukan padahal konsumsi energi saat ini bergantung pada energi fosil telah menjadi akar masalah dari krisis iklim. Bahkan 75 persen permintaan energi dunia ternyata dilakukan oleh negara G20, itu artinya krisis iklim yang terjadi saat ini terjadi karena ulah negara-negara G20.

Meski sebagai sumber dari krisis iklim, urgensi menangani krisis iklim seperti tidak menjadi prioritas dalam G20. Pulau Bali yang dijadikan tempat perundingan ini juga terancam akibat krisis iklim, data menunjukan menunjukan bawah 175 desa pesisir di Bali terancam krisis iklim, utamanya karena kenaikan muka air laut.

Rimba Zaid dari Fossil Free Sumut, menambahkan sumber daya energi yang ada di Indonesia seharusnya kuasai, dikelola dan dimiliki seluruh rakyat Indonesia namun faktanya saat ini sumber daya energi hanya dinikmati oleh segelintir orang elit saja.

Ini menjadi puncak kekecewaan kami karenanya kami memilih slogan “Elit Makin Kuat, Rakyat Sekarat," tegas Rimba.

Menurut dia, kondisi ini bertentangan dengan poin b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Peranan energi sangat penting artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional, sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu.

Sedangkan Pasal 33 UUD 1945 soal penguasaan sumber daya yang mestinya di tangan negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Para aktivis ini pun demokratisasi energi yang berkelanjutan dan dikelola oleh rakyar Indonesia. Mendorong Pemerintah untuk segera melakukan tindakan kongkrit mencapai Kesepakatan Paris dalam membatasi kenaikan suhu global sampai di angka 1,5º Celsius.

Mendesak pemerintah meninggalkan energy fossil yang berkontribusi pada perubahan iklim di Indonesia. Pemerintah harus fokus kepada memberikan pendanaan pada energi terbarukan yang ramah lingkungan untuk mempercepat transisi energi yang berkeadilan.

"Mendorong terwujudnya kesepakatan-kesepakatan global yang membawa Indonesia keluar dari ketergantungan energi fosil yang menjadi penyebab terbesar krisis iklim," tambahnya.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi