Penerapan Safety Management System (SMS) untuk Mencegah Kecelakaan dalam Industri Penerbangan

Penerapan Safety Management System (SMS) untuk Mencegah Kecelakaan dalam Industri Penerbangan
Politeknik Penerbangan Medan (Analisadaily/Istimewa)

KESELAMATAN merupakan salah satu aspek kritis dalam industri penerbangan yang melibatkan berbagai stakeholder didalamnya. Keselamatan penerbangan merupakan suatu upaya dalam hal pencegahan dan minimalisir risiko baik sebelum-saat-dan sesudah dilakukannya sebuah penerbangan.

Oleh karena itu, terciptanya keselamatan penerbangan yang optimal memerlukan upaya bersama dari seluruh pihak terlibat, termasuk pemerintah, maskapai penerbangan, pengelola bandar udara, pihak regulator, serta masyarakat umum.

Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan geografis yang kompleks, memiliki tantangan tersendiri dalam menjaga keselamatan penerbangan. Cuaca yang berubah-ubah, kondisi geografis yang beragam, serta tingginya tingkat lalu lintas udara menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi keselamatan penerbangan di wilayah ini. Oleh karena itu, peran SMS (Safety Management System) dalam industri penerbangan di Indonesia menjadi semakin krusial dalam menghadapi tantangan tersebut.Tujuan utama SMS adalah untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko keselamatan dengan cara yang efektif dan proaktif.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 Pasal 1 Butir 48 dijelaskan bahwa “Keselamatan Penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, fasilitas umum lainnya”. Kemajuan dan ketangguhan teknologi tinggi dalam penerbangan, analisa kecenderungan (trend analysis) atas kecelakaan penerbangan dan penyedia jasa penerbangan, menyimpulkan sebagian besar dari kecelakaan yang terjadi diakibatkan oleh kesalahan manusia (human error). Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, selain faktor teknis operasional dan cuaca, penyebab utama kecelakaan diakibatkan ketidakdisiplinan atau kurang terpenuhinya kompetensi personel penerbangan dan organisasi. Penggantian personel penerbangan tidak akan mencegah kecelakaan melainkan sebuah upaya untuk mencegah kecelakaan dengan cara mengidentifikasi, memahami serta mengendalikan faktor inti dari penyebab kecelakaan-kecelakaan yang terjadi sebelumnya.

Dalam hal permasalahan yang terjadi pada industri penerbangan, perlu diketahui lebih mendalam terkait dengan penyebab terjadinya sebuah kecelakaan. Merujuk pada model “Swiss-Cheese” oleh Profesor James Reason yang digunakan secara luas dalam bidang keselamatan dan manajemen risiko. Dalam konteks kecelakaan pesawat, Model Swiss-Cheese dapat digunakan untuk menganalisis serangkaian kesalahan yang terjadi dari berbagai faktor yang berbeda.

Faktor penyebab terjadinya kecelakaan.
Gambar diatas merupakan faktor penyebab dari kecelakaan dalam sebuah perusahaan. Untuk Lapisan pertama yaitu Faktor Organisasi, kunci awal dalam mencapi tujuan dari sebuah organisasi itu tergantung pada kebijakan manajemen perusahaan tersebut. Tentunya yang membuat suatu kebijakan tersebut adalah pemimpin perusahaan, jika sebuah kebijakan dibuat oleh pemimpin tersebut sebagai kunci awal keluarnya sebuah kebijakan dan tidak ada aspek keselamatan dalam kebijakan tersebut maka kemungkinan kecelakaan bisa saja terjadi pada pekerja yang bernaung dalam organisasi tersebut. Lapisan Kedua yaitu Faktor Tempat kerja, Kondisi tempat kerja akan menjadi pendukung munculnya unsafe act, yang dimana kondisi ini kalau digambarkan bahwa suatu pekerjaan yang dijalankan tidak sesui dengan standar maupun prosesur yang ada. hal ini akan memicu terjadunya kecelakaan. Lapisan Ketiga yaitu Faktor Manusia, yang dimana akan ada kegagalan dan pelanggaran sebagai pendukung dalam kecelakaan, pekerja dalam organisasi tidak akan hengkang dari pelanggaran dimana pekerja tersebut tidak akan melakukan pekerjaan sesuai prosedur.

Selain pelanggaran pekerja tersebut terkadang kelalaian dalam melaksanakan tugas nya. Kebanyakan kecelakaan disebabkan oleh pekerja karena bekerja tidak sesuai dengan prosedur dan regulasi yang ada. Lapisan keempat yaitu Faktor pertahanan. yang dimaksud dengan faktor pertahanan meliputi regulasi, pelatihan dan Teknologi. Dalam suatu peralatan pastinya ada regulasi yang menjadi acuan prosedur keselamatan, apabila suatu regulasi sudah dibuat maka perusahaan tersebut akan membuat suatu pelatihan terhadap pekerja untuk menjamin kondisi kerja alat tersebut. tentunya masa tiap masa akan teknologi akan berkembang ini akan menjad tantang suatu perusahaan untuk menjamin keselamatan kerja dalam perusahaan dan lingkungan kerja tersebut. Ketika faktor-faktor pada lapisan tersebut saling tumpang tindih, maka kecelakaan dalam penerbangan dapat terjadi. Lapisan-lapisan tersebut akan menjadi penentu Kondisi Laten dan Kondisi tidak laten dalam operasi kerja dalam sebuah perusahaan.

Salah satu contoh kasus dalam dunia penerbangan yaitu kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air Flight SJ182 pada 9 Januari 2021. Pesawat Boeing 737-500 ini hilang dari radar beberapa menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, menuju Pontianak, Kalimantan Barat. Pesawat tersebut jatuh di Laut Jawa dan menewaskan 62 orang didalamnya. Sesuai hasil investigasi KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 disebabkan oleh:

  • Perbaikan sistem auto-throttle belum sampai bagian mekanikal
  • Thrust lever kanan tidak berfungsi.
  • Cruise Thurst Split Monitor (CTSM) terlambat memutus auto-throtlle pada pesawat terjadi asimetri.
  • Hilang nya kendali pilot
  • Belum ada panduan mengenai Upset prevention and recovery training (UPRT) yang mempengaruhi proses pelatihan oleh maskapai terhadap pilot.
Dari hasil Investigasi tersebut dapat kita hubungkan dengan Model swiss-chesee dimana pada penyebab awalnya karna perbaikan sistem auto-throttle belum sampai bagian mekanikan, ini mengacu pada lapisan pertama yang mana kebijakan dan manajemen dalam pengambilan keputusan sangat buruk, Pesawat diterbangkan tidak sesuai standar operasi. kemudian Hilangnya kendali pilot diakibatkan kurangnya pelatihan yang diberikan maskapai terhadap pilot tersebut hal ini mengacu pada lapisan ketiga dan keempat model swiss-chesee. Dengan beberapa faktor tersebut maka kecelakaan pun terjadi.

Selanjutnya hasil investigasi mengenai Cruise Thurst Split Monitor (CTSM) terlambat memutus auto-throtlle pada pesawat terjadi asimetri. Dapat kita hubungkan juga dengan model swiss-chesee yaitu dengan lapisan pertama pada model swiss-chesee Lapisan pertama adalah lapisan terakhir dari sistem untuk mencegah kecelakaan. Dalam kasus di atas, terdapat banyak kesalahan dan kegagalan pada sistem yang mengakibatkan asimetri pushrod (pendorong kanan tidak dapat bergerak) dan tertundanya pengoperasian Sistem Pemantauan Cruise Thrust Division (CTSM) untuk mengganggu sambungan throttle otomatis. Semua masalah ini adalah bagian dari lapisan pertama yang menyebabkan pesawat berbelok ke kiri. Jika tindakan pencegahan kelas satu berhasil mencegah kesalahan ini, kecelakaan dapat dihindari.

Hal ini menunjukkan Kondisi tidak laten dalam perusahaan yang mencakup kekurangan dalam kebijakan manajemen, prosedur operasi standar yang salah, dan kekurangan pelatihan.

Dengan adanya Safety Management System yang merupakan suatu pendekatan sistematis dan terstruktur dalam mengelola keselamatan penerbangan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko keselamatan dengan cara yang efektif dan proaktif. Maka diharapkan akan memberikan pengaruh positif pada penerbangan yang dilakukan.

Untuk mencegah kecelekaan dalam Industri penerbangan Organisasi Kecelakaan memberikan solusi dengan cara Metode identifikasi Bahaya. Ada tiga metodologi untuk mengidentifikasi Bahaya:

  • Reaktif, yaitu melakukan identifikasi bahaya melalui peristiwa masa lalu. bahaya diidentfikasi melalui investihasi kejadian. Insiden dan kecelakaan akan menjadi indikator untuk menentukan bahaya yang ada pada kejadian tersebut.
  • Proaktif, yaitu melakauna analisis situasi yang ada atau real time. ini melibatkan secara aktif mencari bahaya dalam suatu kejadian yang ada.
  • Prediktif, Melalui pengumpulan data untuk mengidentifikasi kemungkinan hasil atau kejadia buruk dimasa depan. Menganalisis proses sistem dan lingkungan untuk mengidentifikasi potensi bahaya dimasa depan dan memulai tindakan mitigasi.
Untuk penerapan Metode Identifikasi bahaya yang paling baik untuk digunakan ada pada prediktif, karena Sudah ada mitigasi yang dilakukan untuk menghadapi pemicu kecelakaan dalam masa yang akan datang.

Penerapan Safety Management System dalam industri penerbangan Indonesia diatur pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 tahun 2009. Regulasi ini mewajibkan seluruh penyedia jasa penerbangan di Indonesia untuk mengimplementasikan Safety Management System dalam operasionalnya.Menurut salah satu anggota Dewan Musyawarah Taruna Politeknik Penerbangan Medan yaitu Tar.Muhammad Umar Said (20) “Setiap individu perlu merasa bertanggung jawab dan memiliki peran dalam menjaga keselamatan. Mendorong pelaporan insiden atau hampir insiden tanpa rasa takut juga penting untuk dapat memahami potensi risiko secara lebih baik.Untuk mencapai tingkat keselamatan penerbangan, semua elemen terkait dalam industri penerbangan di Indonesia harus berfungsi bersama-sama”

Berikut empat komponen beserta elemen penyusun dalam Safety Management System sebagaimana dimaksud dalam pasal 314 ayat (1) paling sedikit memuat:

a. Kebijakan dan tujuan keselamatan (Safety Policy)
1. Tanggung jawab dan komitmen manajemen
2. Akuntabilitas keselamatan
3. Penunjukan personel kunci keselamatan
4. Koordinasi untuk ERP (Emergency Response Planning)
5. Dokumentasi SMS

b. Manajemen risiko keselamatan (Safety Risk Management)
1. Identifikasi Hazard
2. Penilaian dan pemetaan risiko keselamatan.

c.Jaminan Keselamatan (Safety Assurance)
1. Pengukuran dan pengawasan performansi keselamatan
2. Manajemen perubahan
3. Pengembangan lanjutan dari SMS

d. Promosi Keselamatan (Safety Promotion)
1. Pedidikan dan pelatihan
2. Komunikasi keselamatan

Sebagai contoh, maskapai penerbangan dapat membentuk tim investigasi independen yang bertugas untuk menganalisis setiap laporan insiden secara objektif dan menyeluruh. Tim ini harus memiliki kewenangan untuk merekomendasikan perbaikan atau perubahan dalam operasional perusahaan tanpa campur tangan dari pihak-pihak yang mungkin memiliki kepentingan terkait. Selain itu, kolaborasi antara maskapai penerbangan, pengelola bandara, dan pihak regulator juga merupakan faktor penting dalam menciptakan keselamatan penerbangan yang optimal. Dibutuhkan komunikasi yang terbuka dan transparan antar stakeholder untuk saling bertukar informasi, pengalaman, dan pembelajaran dari setiap insiden atau hampir semua insiden yang terjadi.

Dalam hal pengimplementasiannya diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak terlibat, serta adopsi budaya keselamatan yang tinggi dalam setiap aspek operasional. Budaya yang merupakan keyakinan, nilai, bias, dan perilaku yang dihasilkannya wajib dimiliki bersama oleh anggota masyarakat, kelompok, atau organisasi. Pemahaman tentang komponen budaya ini, dan interaksi diantara mereka, penting untuk manajemen keselamatan. Tiga komponen budaya yang paling berpengaruh adalah budaya organisasi, profesional, dan nasional. Budaya pelaporan merupakan salah satu komponen kunci dari budaya ini. Perpaduan komponen budaya dapat sangat bervariasi diantara organisasi dan dapat secara negatif memengaruhi pelaporan bahaya yang efektif, analisis akar penyebab kolaboratif, dan mitigasi risiko yang dapat diterima. Peningkatan berkelanjutan dalam kinerja keselamatan dimungkinkan ketika keselamatan menjadi nilai dalam organisasi serta prioritas di tingkat nasional atau profesional.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia nomor PM 93 tahun 2016, tentang Program Keselamatan Penerbangan Nasional, Tim Database Program Keselamatan Penerbangan Nasional (State Safety Programme Database Group) mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut (Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia, 2016) :

  • menghimpun dan memutakhirkan data Laporan Hasil Pengawasan Inspektur Penerbangan, Laporan Kecelakaan atau Kejadian Serius, Laporan Safety Management System (SMS) dan Laporan Sukarela;
  • memberikan informasi atas keselamatan penerbangan kepada Ketua Pelaksana Program Keselamatan Penerbangan Nasional;
  • melakukan verifikasi atas kebenaran laporan keselamatan penerbangan serta melakukan pertukaran/perbandingan data laporan keselamatan penerbangan;
  • memastikan sistem database selalu dalam keadaan dapat dipergunakan;
  • memastikan kerahasiaan data (sebagai data keeper) agar tidak dapat diakses oleh pihakpihak yang tidak bertanggungj awab langsung maupun pihak ketiga;
  • mengkoordinasikan kepada unit-unit yang bertanggungjawab di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kantor Otoritas Bandar Udara, KNKT dan penyedia jasa penerbangan, agar memutakhirkan data keselamatan penerbangan tepat pada waktunya;
  • melakukan evaluasi atas data-data dan laporan keselamatan penerbangan.

Budaya keselamatan yang sehat secara aktif mencari peningkatan, tetap sadar akan bahaya dan menggunakan sistem dan alat untuk pemantauan, analisis, dan investigasi terus menerus. Karakteristik lain dari budaya keselamatan yang sehat mencakup komitmen bersama oleh personel dan manajemen terhadap tanggung jawab keselamatan pribadi, kepercayaan pada sistem keselamatan, dan seperangkat peraturan dan kebijakan yang terdokumentasi. Tanggung jawab utama untuk pembentukan dan kepatuhan terhadap praktik keselamatan yang baik terletak pada manajemen organisasi. Budaya keselamatan tidak dapat efektif kecuali tertanam dalam budaya organisasi itu sendiri.

Selain itu, perlu juga ditingkatkan pendekatan terhadap pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di industri penerbangan. Melalui pelatihan yang berkualitas dan pemantauan kompetensi secara terus-menerus, personel penerbangan dapat meningkatkan profesionalisme dan kesadaran akan pentingnya keselamatan dalam setiap aspek pekerjaan mereka. Tidak hanya itu, penting untuk mendorong budaya keselamatan yang kuat di seluruh lapisan organisasi. Tidak hanya itu, penting untuk mendorong budaya keselamatan yang kuat di seluruh lapisan organisasi. Setiap individu harus merasa bertanggung jawab dan memiliki peran dalam menjaga keselamatan. Mendorong pelaporan insiden atau hampir insiden secara transparan dan tanpa rasa takut juga penting dalam menciptakan lingkungan di mana perusahaan dapat memahami potensi risiko dengan lebih baik

Salah satu langkah penting adalah melakukan analisis mendalam terhadap penyebab keterlambatan yang sering terjadi. Dengan memahami akar masalah, langkah-langkah perbaikan yang tepat dapat diambil. Misalnya, jika keterlambatan sering terjadi akibat permasalahan teknis pada pesawat, maka perusahaan penerbangan harus melakukan perawatan dan pemeliharaan pesawat secara teratur dan memadai. Selain itu, perlu juga ditingkatkan koordinasi dan komunikasi antara berbagai pihak terkait di bandara, seperti petugas ground handling, pengatur lalu lintas udara, dan petugas keamanan. Dengan koordinasi yang baik, proses boarding dan persiapan pesawat dapat dilakukan dengan lebih efisien sehingga keterlambatan dapat diminimalkan.

Dalam menghadapi permasalahan yang kompleks dan sistemik pada industri penerbangan di Indonesia, kolaborasi dan komitmen dari seluruh stakeholder menjadi kunci keberhasilan. Penerapan Safety Management System merupakan sebuah langkah yang dinilai tepat dan strategis dalam menciptakan keselamatan penerbangan yang optimal. Hal ini tentunya harus diimbangi dengan budaya keselamatan yang kuat, sistem pelaporan insiden yang efektif, serta kolaborasi yang baik antar stakeholder terkait. Dengan terjalinnya sebuah kerjasama dan aturan yang mengikat, maka diharapkan keselamatan penerbangan yang ideal dan kinerja on-time yang baik dapat tercapai dalam industri penerbangan Indonesia. Menyikapi terhadap hal tersebut, maka kita harus lebih meningkat kesadaran akan pentingnya penerapan SMS yang sesuai untuk mendapatkan keselamatan penerbangan Indonesia yang lebih baik lagi.

Penulis: Alfitri, Jesica, Fransiscus, Ruth, Samuel M , Jhon dan Umar
Dosen Pembimbing: Liber Tommy Hutabarat, ST, M.Pd

Politeknik Penerbangan Medan

(BR)

Baca Juga

Rekomendasi