Jejak Bung Karno di Bumi Raflesia

Oleh: Iranda Novandi.

Menginjakkan kaki di Kota Bengkulu, rasanya ada hasrat yang ingin dituntaskan. Kota yang memiliki luas wilayah 151,70 km², menyimpan banyak catatan sejarah yang tak mungkin dilupakan oleh anak bangsa ini.

Bengkulu, terletak di pantai barat Pulau Sumatera dengan panjang pantai sekitar 525 km. Menyimpang banyak sejarah. Mulai dari Ratu Agung, sebagai cikal-bakal dari kerajaan Sungai Serut, pertempuran pasukan Kesultanan Aceh dengan Raja Anak Dalam hingga lahirnya istilah Bangkahulu yang menurut cerita merupakan cikal-bakal nama Bengkulu.

Kawasan kota yang membujur sejajar dengan pegunungan Bukit Barisan dan berhadapan langsung dengan Samudra Hindia ini juga memiliki catatan sejarah tentang kisah dan keberadaan Proklamator RI Ir Soekarno, tentunya dengan kisah cintanya juga.

Untuk melihat jejak Bung Karno di bumi Raflesia, bisa kita mulai dari rumah bercat putih yang terkesan mungil namun berdiri kokoh yang memiliki halaman yang cukup luas. Bung Karno menempati rumah itu pada 1938-1942. Bung Karno menjejakkan kaki di Bengkulu pada 14 Februari 1938.

Bung Karno datang ke Bengkulu bersama istrinya Inggit Garnasih, anak angkatnya, Ratna Djuami. Bapak bangsa ini berlayar dari tempat pembuangannya di Flores ke Pulau Jawa, namun hingga ke Bengkulu dan menetap disana selama 4 tahun.

Rumah yang memiliki lima ruangan, yaitu masing-masing satu ruang kerja di bagian depan,  ruang tamu, kamar tidur tamu, serta dua kamar tidur keluarga, terletak di jantung Kota Bengkulu, tepatnya di Kelurahan Anggut, Kecamatan Ratu Samban.

Rumah pengasingan yang ditempati Bung Karno sekeluarga adalah milik pedagang keturunan Tionghoa, Tjang Tjeng Kwat. Rumah yang menjadi saksi bisu jejak Bung Karno di Bengkulu ini saat ini menjadi situas bersejarah yang selalu ramai di kunjungi orang, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara.

Di rumah ini juga, menurut catatan sejarah, Bung Karno pertama sekali bertemu dengan Ibu Fatmawati. Penjahit Bendara Pusaka Merah Putih ini, merupakan putri semata wayang dari Hassan Din, tokoh Muhammadiyah asal Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.

Saat Hassan Din berkunjung dan membawa Fatwati yang akhirnya menumpang di rumah tersebut dan bersahabat dengan Ratna Djuami. Ibu Fat dan Ratna yang bersahabat itu tidur se kamar. Mereka juga sama-sama sekolah di RK Vakschool Maria Purrisima yang merupakan sekolah tertinggi di Kota Bengkulu.

Singkat cerita, akhirnya Bung Karno melamar dan menikahi Ibu Fatmawati. Mereka menikah pada 1 Juni 1943. Saat itu Fatmawati berusia 20 tahun sedangkan Bung Karno berusia 41 tahun. Ibu Fat adalah ibu negara pertama dan mendampingi Bung Karno saat menjadi Presiden RI pertama.

Dari pernikahan Bung Karno dan Ibu Fat, mereka dikaruniai 2 putra dan 3 putri, yakni Guruh Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guntur Soekarnoputra.

Banyak yang bisa kita lihat dan saksikan bila berkunjung ke rumah pengasingan Bung Karno tersebut. Seperti ranjang besi yang pernah dipakai Bung Karno dan keluarganya. Di ruang tamu, kita akan menemukan banyak koleksi buku Bung Karno yang mayoritas berbahasa Belanda.

Sepeda Tua

Salah satu yang banyak menjadi perhatian para pengunjung yakni sepeda tua yang kerab dipakai Bung Karno selama berada di Bengkulu. Disamping itu ada juga seragam grup tonil Monte Carlo asuhan Bung Karno semasa di Bengkulu.

Se isi rumah yang dibangun pada awal abad ke-20 yang berbentuk empat persegi panjang, kita akan menumukan banyak sekali foto-foto Bung Karno dan keluarganya, yang menghiasi hampir seluruh ruangan.

Untuk memasuki rumah yang memiliki luas bangunan rumah 162 m2, dengan ukuran 9 x 18 m, kita akan melalui pintu utama yang berdaun ganda bentuk persegi panjang. Bentuk jendela juga persegi panjang dan berdaun ganda. Pada ventilasi terdapat kisi-kisi berhias.

Rumah yang memiliki atap berbentuk limas ini, dulunya memiliki halaman yang sangat luas yakni, mencapai 4 hektar. Selain rumah utama, ada beberapa bangunan lain. Dengan berjalannya waktu, oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu lahan yang ada kemudian dibagi-bagi untuk rumah penduduk dan sebagian untuk gedung instansi pemerintah daerah setempat.

Di salah satu ruang tamu kita bisa menjumpai meja dan kursi, ada dua lemari kecil, satu untuk menyimpan berbagai jenis suvenir dan satu lagi menjadi tempat menyimpan makanan khas Bengkulu dan berbagai jenis kue lainnya.

Di ruang dalam, kita juga bisa menjumpai sepasang kursi tua. Di sisi kanan terdapat tiga buah kamar dan di sisi kiri terdapat dua kamar tidur. Di dalam kamar tidur terdapat ranjang besi yang merupakan tempat tidur Bung Karno saat ia menghuni rumah ini.

Di salah satu kamar dibagian tengah ruangan, ditempatkan sebuah lemari gandeng berukuran 2x1,5 meter, yang menyimpan buku-buku koleksi Bung Karno. Ada juga sebuah lemari pakaian menyimpan pakaian serta beberapa benda bekas pemain sandiwara ketika itu, seperti kebaya dan payung tua terbuat dari kertas.

Kamar terakhir, pada bagian belakang, tampak kosong, tapi pada setiap bagian dinding terpajang bingkai-bingkai foto berukuran besar. Foto-foto itu berupa foto Bung Karno beserta Ibu Inggit dan keluarga serta kerabatnya yang lain, termasuk foto Fatmawati yang ketika itu baru beranjak dewasa.

Pada bagian belakang rumah terdapat beranda dengan sepasang kursi santai. Pada bagian kanan terdapat bangunan memanjang ke belakang, terdiri atas lima petak, di antaranya merupakan kamar kecil atau kamar mandi, sedangkan yang lainnya berfungsi sebagai gudang dan dapur.

Di bagian belakang rumah ini juga terdapat sumur tua. Konon, katanya air sumur tua ini banyak digunakan orang untuk bernazar atau berniat sesuatu. Caranya cukup dengan membasuh muka dengan air sumur tua tersebut yang dingin.

Seusai kita berkeliling di Rumah Pengasingan Bung Karno, saatnya kita lanjutkan sejak sejarah lainnya yang juga kini menjadi objek wisata di Bengulu, yakni rumah Ibu Fatmawati yang terletak di Jalan Fatmawati, Kelurahan Penurunan, tidak jauh dari Simpang Lima Ratu Samban Bengkulu atau persis di pusat kota.

Rumah Ibu Fatmawati adalah rumah berbentuk panggung yang merupakan ciri bangunan arsitektur khas rumah masyarakat di Pulau Sumatera. Seperti halnya di rumah pengasingan Bung Karno, di dalamnya rumah ibu Fatmawati masih banyak terdapat perabotan dan foto-foto milik pribadi Ibu Fat.

Rumah ini sebenarnya bukanlah milik Ibu Fat, namun miliki kerabatnya yang tinggal di Bengkulu. Sedangkan Ibu Fat dan keluarganya berasal dari asal Curup, Kabupaten Rejang Lebong yang berjarak sekitar 85 km.

Rumah ini saat ini dijaga Marwan Amanalin (65). Marwan adalah keponakan dengan Fatmawati. Orang Tua Marwan dengan Fatmawati merupakan kakak beradik. Marwan pensiunan pegawai Pos Indonesia.

Sayangnya, rumah yang memiliki satu ruang tamu, dua kamar, satu ruang makan, satu kamar mandi tereksan kurang perawatan. Menurut Marwan yang dibangun sekitar tahun 1915 ini, terakhir di rehabilitasi sekira tahun 1990 lalu. Hingga saat ini rehabilitasi bangunan tidak ada dilakukan.

Semoga saja, kedepan pemerintah setempat memperhatikan dan terus merawat dua objek bersejarah di republik ini. Sehingga, anak cucu bisa mengambil pelajaran dari bapak bangsa yang memproklamirkan negeri ini.***

 

()

Baca Juga

Rekomendasi