20 Tahun Terakhir, Indonesia Alami 150 Erupsi Gunung Api

20 Tahun Terakhir, Indonesia Alami 150 Erupsi Gunung Api
Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dengan latar belakang Gunung Kerinci terlihat dari Desa Kebun Baru, Kerinci, Jambi, Minggu (29/11/2020). (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/wsj/ANTARA FOTO/WAHDI SEPTIAWAN)

Analisadaily.com, Jakarta - Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida mengatakan, tingkat aktivitas gunung api di Indonesia cukup tinggi dengan karakter dan tipe erupsi yang berbeda.

"Aktivitas gunung api periode tahun 2000-2021, terjadi lebih 150 erupsi dari 38 gunung api dengan berbagai tipe erupsi, yaitu efusif, eksplosif, dan freatik, serta menimbulkan berbagai fenomena bahaya," kata Hanik dilansir dari Antara, Jumat (4/2).

Hanik menjelaskan, perlu identitas terhadap aktivitas gunung api dan memahami bahaya serta risikonya sebagai bahan untuk mitigasi gunung api. Menurutnya, identifikasi bahaya dan resiko adalah dengan melakukan pengamatan tipe erupsi gunung api dan periode pengulangan erupsi.

"Identifikasi fenomena-fenomena erupsi juga perlu, seperti awan panas letusan, awan panas guguran, gas, jatuhan abu, lahar, lava flow, dan tsunami, serta dampak jangkauan bahaya," kata Hanif.

Jika aktivitas dan bahaya bencana gunung api sudah teridentifikasi, selanjutnya dapat dilakukan upaya mitigasi bencana. Ia menerangkan, mitigasi bencana tidak bisa dilakukan oleh satu instansi saja, namun perlu dilakukan secara bersama-bersama oleh seluruh stakeholder terkait.

"Mitigasi bencana gunung api meliputi peringatan dini, diseminasi informasi, edukasi, dan sosialisasi," paparnya.

Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Afrial Rosa menyampaikan, seluruh stakeholder memiliki peran yang sama dalam melakukan mitigasi bencana gunung api, salah satunya adalah diseminasi informasi terkait mitigasi bencana gunung api kepada masyarakat.

Dia menilai ada hal yang perlu diperbaiki antara semua stakeholder terkait agar diseminasi informasi dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat dengan baik.

"Perlu ada alur koordinasi yang jelas dalam sistem mitigasi bencana ini, sehingga dapat dipastikan peringatan dini kondisi bencana itu sampai ke masyarakat," pungkas Afrial.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi