Soal Begal, KontraS Sumut: Harus Dilihat dari Hulu Hingga Hilir

Soal Begal, KontraS Sumut: Harus Dilihat dari Hulu Hingga Hilir
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara, Rahmat Muhammad (Analisadaily/Jafar Wijaya)

Analisadaily.com, Medan - Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut), Rahmat Muhammad, mengatakan permasalahan begal yang marak terjadi beberapa waktu belakangan ini di Kota Medan harus dilihat dari hulu hingga hilirnya.

"Seharusnya Wali Kota Medan, Bobby Nasution melihat hulu dari permasalahan begal ini seperti apa. Sementara di hilirnya tidak diantisipasi sama sekali dan itu menjadi problem," kata Rahmat, Kamis (13/7).

Menurut Rahmat, tindakan tembak mati pelaku begal yang dikatakan Bobby tersebut tidak menyelesaikan permasalahan. Bahkan, KontraS mengatakan Bobby harus intropeksi diri karena Medan saat ini tidak kondusif.

"Maunya introspeksi saja Wali Kota terkait banyaknya kasus-kasus kejahatan di Medan tindak pidana di Medan. Ya dia bilang saja minta maaf kepada publik bahwasanya keadaan Kota Medan saat ini tidak kondusif, tidak aman," ucapnya.

Rahmat menuturkan saat ini pemerintahan sekaligus juga kepolisian gagal dalam upaya preventif mencegah terjadinya kejahatan di Kota Medan.

"Bukan justru sebaliknya menindak tegas para pelaku dengan di tembak mati," tambahnya.

Sebelumnya, Bobby Nasution terkait begal yang meresahkan masyarakat di Kota Medan harus ditindak tegas bahkan ditembak mati. Hal tersebut menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.

Terkait hal tersebut, KontraS mengkritik dan mengecam pernyataan Bobby yang meminta polisi untuk menembak mati pelaku begal. KontraS menilai pernyataan itu arogan dan sewenang-wenang.

"Kami memahami bahwa begal telah meresahkan dan merugikan masyarakat kota Medan. Namun pernyataan yang dilontarkan oleh Wali Kota Medan merupakan pernyataan abai terhadap HAM dan seolah-olah mendukung Kepolisian untuk melakukan kesewenang-wenangan," kata Badan Pekerja KontraS, Tioria Pretty dalam keterangan tertulinya pada Senin (10/7).

Ketentuan itu mengatur bahwa penggunaan kekuatan dalam pelaksanaan tugas Kepolisian harus dilakukan berdasar prinsip legalitas, proporsionalitas, preventif dan masuk akal (reasonable).

"Perkap tersebut, juga mengatur bahwa anggota Polri dalam pelaksanaan tugasnya harus mempertimbangkan penggunaan kekuatan dan tidak menjadikan penggunaan senjata api sebagai mekanisme utama," ujarnya.

Selain itu, Perkap No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa anggota Polri harus tunduk pada prinsip dasar perlindungan HAM dan patuh pada instrumen-instrumen HAM internasional.

(JW/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi