Pengamat: Sumut Butuh 167 Ribu Ha Sawah untuk Pastikan Ketersediaan Beras Mandiri

Pengamat: Sumut Butuh 167 Ribu Ha Sawah untuk Pastikan Ketersediaan Beras Mandiri
Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Harga beras yang bergejolak belakangan ini telah memicu keresahan di masyarakat. Terlebih pada akhirnya Bulog diawal September ini menaikkan harga beras lebih dari 15%. Setelah terjadi kenaikan pada harga beras lainnya yang beredar di masyarakat. Dan saat ini harga beras medium di Sumut sudah diatas 13 ribu per Kg-nya.

Data dari BPS di tahun 2021 menyebutkan bahwa Sumut megalami defisit beras. Di mana produksi beras di Sumut masih lebih rendah dari konsumsi masyarakat Sumut. Besaran defisit beras 14.89% di tahun 2021. Besaran defisit beras tersebut harus ditutup, agar Sumut mampu secara mandiri menyediakan kebutuhan berasnya.

Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, di tahun 2022, BPS menyebutkan bahwa Sumut telah memproduksi 1.2 juta ton beras. Jika defisit beras masih bertahan hingga tahun 2023 ini, dan jika konsumsi beras masyarakat Sumut sebanyak 116 Kg per kapita per tahun. Dan populasi masyarakat di Sumut 15.3 juta jiwa, maka dibutuhkan beras sebanyak 1.78 juta ton.

“Ada defisit sekitar 504 juta Kg beras di wilayah Sumut. Dan jika produksi per Ha sawah adalah sekitar 5 Ton gabah. Maka dibutuhkan sekitar 167 ribu hektare sawah baru agar bisa menutupi defisitnya. Dan selama ini defisit selalu ditalangi dengan cadangan beras pemerintah di Bulog yang didatangkan dengan cara diimpor. Dan Impor beras selalu menjadi solusi terakhir saat harga beras sulit dikendalikan,” kata Gunawan, Kamis (21/9).

Respons Pemprov Sumut untuk mengatasi mahalnya harga beras adalah dengan menambah luas sawah, dengan target 45 ribu Ha. Gunawan menilai, upaya ini layak diapresiasi karena ada upaya untuk menambah luas areal tanam, sekalipun luasnya masih belum sesuai harapan.

“Dan kita harapkan tentunya target tersebut bisa cepat direalisasikan. Dan ada upaya berkesinambungan untuk menambah luas areal sawah ke depan,” ujarnya.

Selanjutnya Pemprov Sumut juga akan mengintervensi dengan mensubsidi bahan bakar pengangkutan beras. Jika upaya ini dilakukan, maka harga beras bisa lebih murah hingga Rp 100 hingga Rp 150 per Kg. Artinya distribusi beras yang mendapatkan subsidi transportasi tersebut akan lebih murah maksimal Rp 150 per Kg dibandingkan dengan harga normal.

Dan terakhir, ada upaya untuk operasi pasar juga. Menurut Gunawan, operasi pasar ini memang selalu menawarkan harga yang lebih murah dari harga di pasaran. Masyarakat akan senang tentunya.

“Selain upaya menambah luas areal sawah tadi, apakah program subsidi transportasi dan operasi pasar akan efektif dalam meredam gejolak harga beras? Maka jawabannya akan sangat tergantung dari seberapa banyak anggaran yang dihabiskan untuk melakukan itu semua,” sebutnya.

“Kalau kebijakannya pasti akan memberikan dampak pada masyarakat, terkhusus yang mendapatkan manfaat secara langsung. Namun jika dampaknya adalah penurunan harga yang bisa menjangkau semua masyarakat Sumut, maka jawabannya belum tentu,” sambungnya.

Dari sisi kerangka kebijakan yang diambil pemerintah Sumut beserta TPID, Gunawan menilai sudah berada dalam jalur yang tepat. Tetapi efektifitas kebijakan tersebut masih harus diuji, dan sangat bergantug seberapa besar kebijakan tersebut nantinya mampu mengcover pasar beras itu sendiri.

“Jika kebijakan itu mampu mengendalikan 50% peredaran beras, maka kebijakan tersebut baru efektif dalam menekan harga beras masyarakat secara menyeluruh di Sumut,” pungkasnya.

(REL/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi