Penuhi Modal Rp3 Triliun, Bank Aceh Syariah Diharapkan Go Public

Penuhi Modal Rp3 Triliun, Bank Aceh Syariah Diharapkan Go Public
Petugas teller Bank Aceh Syariah memberikan pelayanan kepada nasabah (Analisadaily/Muhammad Saman)

Analisadaily.com, Banda Aceh - Bank Aceh Syariah, bank daerah milik Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Aceh kini berkembang pesat. Pada 2019 total aset tercatat lebih dari Rp 25 triliun dan modal disetor Rp 1.087 triliun.

Di sisi lain, bank kebanggaan masyarakat Aceh ini juga harus mampu memenuhi modal setor Rp 3 triliun pada tahun 2024.

"Ini guna menghindari Bank Aceh Syariah turun peringkat menjadi bank BPR/bank kecil," ujar Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman yang juga salah satu pemegang saham Bank Aceh Syariah, Selasa (30/6).

Menurut Amibullah, saat ini kemampuan setor modal dari para pemilik yakni gubernur dan bupati/wali kota Se-Aceh untuk memenuhi Rp 3 triliun sangat minim.

"Masih terjadi kekurangan sebesar Rp 1,9 triliun, atau rata-rata harus disetor baik oleh PSP maupun pemegang saham lainnya sebesar Rp 500 miliar per tahun," katanya.

Menurut Aminullah yang pernah menjabat sebagai Dirut Bank Aceh selama 10 tahun, pengalaman selama ini, pemegang saham hanya mampu menyetor Rp 100 miliar per tahun.

"Hal itu sangat dimaklumi karena keuangan daerah juga harus membiayai pembangunan sektor lainnya," sebutnya.

Jika seluruh deviden dibayarkan setiap tahunnya akan terhimpun dana lebih kurang Rp 250 miliar, dan itu juga masih belum mampu mencapai modal minimum Rp 3 triliun.

"Solusinya, Bank Aceh Syariah perlu berbenah untuk go public atau masuk bursa saham nasional agar ini terpenuhi," terangnya.

Hal itu juga sudah disampaikan Aminullah Usman kepada direksi Bank Aceh Syariah, Senin 29 Juni 2020 di pendopo saat acara penandatanganan MoU antara Pemko Banda Aceh dan Bank Aceh Syariah, terkait pembangunan kantor Bank Aceh Syariah di balai kota.

Di mata Aminullah, langkah go public tersebut sangat memungkinkan dilakukan.

"Pertimbangannya, return on equity (ROE) Bank Aceh Syariah sangat menjanjikan yaitu lebih dari 24 persen per tahun. Bank dalam keadaan sehat dan didukung oleh pemda untuk pendanaan ekspansi. Kemudian asetnya kini Rp 25 triliun dan hasil audit akuntan publik terhadap laporan keuangan juga meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP)," sebutnya.

Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyeleksi lebih ketat permodalan bank dengan menaikkan batas modal inti minimum menjadi Rp 3 triliun secara bertahap. Aturan itu tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi bank umum.

Dalam peraturan ini, Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) I dan BUKU II harus menaikkan modal inti menjadi minimal Rp 3 triliun. Dalam ketentuan saat ini Bank BUKU I merupakan bank yang memiliki modal inti di bawah Rp 1 triliun. Bank BUKU II adalah bank dengan modal inti antara Rp 1 triliun hingga Rp 5 triliun.

OJK akan memberi masa tenggang hingga tiga tahun. Setelah itu, jika bank tidak sanggup memenuhi syarat modal minimun, akan ada konsekuensi yang harus ditanggung.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, mengatakan bank tidak bisa memenuhi modal minimal, akan diberikan opsi, seperti merger atau turun status menjadi bank perkreditan rakyat (BPR).

Dalam tiga tahun itu, syarat modal dinaikkan secara bertahap, mulai 2020 sebesar Rp 1 triliun, 2021 sebesar Rp 2 triliun, dan 2022 memenuhi Rp3 triliun.

Dengan demikian, dalam POJK yang baru ini pengaturan modal ditetapkan menjadi minimal Rp 3 triliun yang wajib dipenuhi paling lambat 31 Desember 2022. Bagi bank yang belum memenuhi aturan ini, OJK mewajibkan seluruh bank menyusun rencana terkait hal tersebut, selambat-lambatnya Juni 2020.

Khusus bank milik pemerintah daerah atau Bank Pembangunan Daerah (BPD) tenggat waktu pemenuhan modal inti lebih panjang yakni 31 Desember 2024.

(MHD/EAL)

Baca Juga

Rekomendasi