Gegara Pajak, Langtjia tak Boleh Dihapus di Palembang

Gegara Pajak, Langtjia tak Boleh Dihapus di Palembang
Salah satu sudut di sebuah Jalan di kota Palembang sekitar tahun 1935 (Dok.KITLV)

Analisadaily.com, Medan - Masalah Langtjia, atau rikshaw, ternyata muncul juga di Palembang. Sejumlah orang Tionghoa totok di Palembang sepakat mengumpulkan dana untuk menghapus langtjia. Caranya dengan membeli seluruh langtjia. Penarik langtjia juga disiapkan pekerjaan pengganti. Namun pemerintah kolonial Belanda di sana menolak. Alasannya pajak yang ditarik dari penarik langtjia rupanya cukup besar.

Kisruh soal langtjia di Palembang itu muncul dalam sebuah tulisan editorial berjudul “Apa Boleh Dihapuskan?”, yang dimuat suratkabar Han Po edisi Senin 3 April 1933. Penulis editorial hanya menyertakan inisial J. Besar kemungkinan adalah pemimpin redaksi Han Po karena pada edisi 3 April 1933, di lembar pertama Han Po tercantum nama Hoofdredacteur atau Pemimin Redaksi: Jap Peng Tjoei. Surat kabar ini terbit 2 kali dalam seminggu sejak 1926–1934. Sebagai Directeur tercantum nama: Tan Joe Hoeat, dan Plv. Directeur: Tan Joe Pie. Kantor Redactie dan Administratie Han Po terletak di Pasar Raroe, 16 Ilir, Palembang.

Sumber Belasting Pemerintah Palembang

Namun prakarsa sejumlah tokoh Tionghoa totok di Palembang untuk menghapus lantjia sebagai moda transportasi umum diu Palembang saat itu:

“Tida disatoedjoei oleh kapala negri dan djoega Gemeente, hingga oleh sebab tida didapet toendjangan dari ini doea fihak, maka itoe gerakan tida berhasil. Samentara itoe oewang jang dapet dikoempoel dari dermaan publiek Tionghoa, soeda diserahken kombali.”

Penyebab pemerintah kolonial Belanda melarang inisiatif penghapusan Langtjia, menurut si penulis karena akan menyebabkan Gemeente kehilangan belasting (pajak) kendaraan yang dipungut dari para penarik langtjia.

“Kerna itoe tempo djoemblahnja langtjia ada besar.” Penulis juga mengatakan bahwa gerakan penghapusan langtjia juga sudah lebih dulu diupayakan penduduk Tionghoa di Medan.

“Teroetama dari gerakannja Majoor Tjong A Fie almarhoem, tapi djoega tida memberi hasil. Seperti diketahoei, itoe koetika djoemblahnja langtjia baek di Palembang maoepoen di Medan dan daerahnja ada besar sekali, sabelon kandaran-kandaran motor kaloear seperti sekarang. Boleh dikata penghasilan langtjia dan sado ada tjoekoep menjenangken. Menilik pada keadaan di itoe koetika, memang kita tida heran, kaloe gerakan boeat hapoesiken langtjia tida bisa mengasih hasil sebagimana diharep, maskipoen pendoedoek Tionghoa telah tjoekoep bericdhtiar dan tjoekoep djoega sediaken oewang jang dikoempoel boeat itoe maksoed.”

Namun penulis juga melihat bahwa jika seluruh langtjia dihapus, lalu bagaimana nasib para penarik langtjia? Apa pekerjaan mereka untuk menghidupi keluarganya?

Sebab, sebagimana dibilang, djoemblahnja toekang toekang langtjia di itoe koetika boekan ratoesan tapi riboean, seperti di antero daerah Sumatra Timoer.”

Jika dari uang hasil pembelian langtjia, lalu disuruh buat modal untuk penghidupan bekas penarik langtjia, baik yang memilih pulang ke Tiongkok, atau memilih tinggal di Indonesia, apakah modal itu memadai karena keluarga yang menggantungkan hidup dari bekas penarik langtjia juga banyak.

“Inilah boleh dibilang ada satoe fatsal djoega jang menambah kasoekeran boeat bisa dapetken hasil dari itoe gerakan menghapoesken langtjia. Dan ini ditoetoerken pada waktoe doeloean, koetika djoemblahnja langtjia ada terlaloe besar.”

Pada akhirnya, baik di Medan dan di Palembang, seturut waktu, tanpa perlu dilarang oleh pemerintah, jumlah penarik Langtjia semakin sedikit berkat munculnya kemajuan moda transportasi, misalnya dengan munculnya kendaraan bermotor, opelet, taksi dan omnibus. Kehadiran moda transportasi modern, tak hanya mengurangi jumlah langtjia, tapi juga sado di Palembang.

“Begitoe di Sumatra Timoer, kaloe doeloean sado ada riboean, adalah sekarang barangkali tjoema poeloean. Kita toetoerken semaea keadaan dengen maksoed oendjoek bahoea langtjia jang sekarang soeda tida ada sabrapa lagi, teroetama seperti di Palembang, dan dari itoe boeat hapoesken sama sekali boekan ada pakerdjaan soesa lagi.”

Langtjia, becak hongkong atau rikshaw, atau juga para kuli tandu yang memikul nyonya-nyonya Eropa, sementara si Tuan Eropa naik kuda pada jalan setapak dari Sibo(l)ga ke Taroetoeng pada awal abad ke-19, adalah bagian dari sejarah moda transportasi kita. Wajah perjalanan peradaban dari bangsa kita.

(JA)

Baca Juga

Rekomendasi