Praktisi Hukum: Ranperda Serdang Bedagai Tentang HET Gabah Harus Dikaji Ulang

Praktisi Hukum: Ranperda Serdang Bedagai Tentang HET Gabah Harus Dikaji Ulang
Pekerja memilah gabah kering di sebuah tempat penggilingan padi di Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Selasa (26/10/2021) (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Analisadaily.com, Serdang Bedagai – Pengusulan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Gabah melalui hak inisiatif DPRD Serdang Bedagai dinilai keliru

Sebab, aturan tentang HET Gabah atau beras telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 24 tahun 2020 tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah/Beras.

Di dalam Permendag RI Nomor 24 tahun 2020 pasal I tertulis HPP Gabah atau Beras adalah harga pembelian gabah atau beras oleh Pemerintah di tingkat produsen untuk menjadi cadangan pangan Pemerintah, berupa cadangan beras Pemerintah dan keperluan untuk golongan tertentu.

Dan di pasal selanjutnya disebutkan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia dibantu Wakil Presiden dan menteri, serta Badan Urusan Logistik yang menyelenggarakan usaha logistik pangan serta usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan perusahaan.

Di dalam Permendag tersebut tidak ada tertulis Pemerintah Daerah yang dilibatkan dalam penetapan HPP Gabah/Beras.

Menanggapi itu praktisi hukum Sumatera Utara (Sumut) Redianto Sidi menjelaskan, di dalam menyusun dan menetapkan sebuah aturan, Pemerintahan harusnya tunduk dan patuh pada aturan diatasnya.

“Dalam hal ini dengan adanya regulasi yang tengah disusun di Kabupaten Serdang Bedagai, sebagai pemerintahan yang baik yang berada di dalam satu negara hukum sesuai dengan UUD maka regulasi yang tengah disusun harus mengacu pada aturan dasar yang lebih tinggi. Jika poin yang ada di Ranperda itu tidak mengacu pada aturan diatasnya, maka dikhawatirkan ranperda itu berpotensi melanggar hukum tidak mematuhi konsiderans perda itu sendiri,” kata Redianto, Senin (8/11).

Redianto menilai DPRD Serdang Bedagai seharusnya lebih memperhatikan aturan yang digagasnya dengan mempelajari landasan aturan diatasnya.

“Dalam menyusun aturan, tentunya kita ingin Perda yang diterbitkan bisa selaras dan sesuai dengan aturan dan landasan hukum diatasnya. Sehingga memberikan maksud dan tujuan yang tercapai sesuai dengan keinginan,” tegasnya.

Redianto meminta agar seluruh elemen ikut mengawasi Ranperda ini, jangan sampai Ranperda ini disahkan namun berpotensi melanggar hukum karena melanggar aturan diatasnya.

“Hirarki peraturan itu harusnya diikuti, mulai dari Pancasila, UUD, UU dan seterusnya. Aturan didaerah itu harusnya mengacu pada aturan diatasnya. Jika tidak, maka patut dicurigai Perda itu sendiri untuk apa dan untuk kepentingan siapa. Saya yakin ini ada yang salah, namun belum terlambat untuk diperbaiki karena belum disahkan,” terangnya.

Jika masih juga dipaksanakan Ranperda ini untuk disahkan padahal sudah jelas melanggar aturan diatasnya, maka patut diduga ada kepentingan segelintir orang didalamnya dan produk yang disahkan menajadi cacat hukum.

“Jika tidak mengacu pada aturan diatasnya, maka aturan siapa dan aturan mana yang diikuti? Tentu pertanyaan selanjutnya untuk kepentingan siapa? Patut diduga terjadi penyimpangan jika hal itu terjadi. Dan jika ada aturan yang dibuat namun melanggar hukum atau ketentuan diatasnya, maka produk tersebut cacat hukum,” tegasnya.

Untuk itu Redianto meminta agar Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) lebih selektif dalam melihat Ranperda ini.

“Sebelum di Perdakan, Ranperda Kabupaten/Kota tentunya harus dilaporkan ke bagian hukum Pemerintah Provinsi, tentunya Pemprov harus lebih selektif melihat Ranperda ini,” tandasnya.

HET Gabah Tidak Ada

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Hendri Saragih mengaku dirinya belum pernah mendengar dan melihat aturan yang mengatur tentang Harga Eceran Tertinggi untuk Gabah.

“Setahu saya HET itu untuk beras, bukan untuk gabah. Setahu saya tidak ada HET untuk gabah, yang ada untuk beras. Karena biasanya yang diecer bukan gabah, namun beras. Untuk apa pulak diatur HET gabah, mana ada kilang padi mau beli 100-200 kilo gabah, yang ada orang beli beras, bukan gabah. Coba nanti saya cek lagi,” ucapnya.

Ia pun mengaku Pemerintah harusnya tidak usah membahas HET untuk Gabah, karena Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah/beras saja masih belum berjalan maksimal.

“HPP gabah/beras masih belum menguntungkan petani. Layaknya HPP gabah/beras itu di atas Rp 5.000 perkilogram, baru menguntungkan petani,”jelasnya.

Diketahui sebelumnya, DPRD Serdang Bedagai melalui hak inisiatifnya mengajukan Ranperda tentang Gabah. Ranperda ini telah disepakati bersama untuk disahkan menjadi Perda Kabupaten Serdang Bedagai dan sudah dilaporkan ke Pemprov Sumut sebelum disahkan menjadi Perda.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi